Sabtu, 15 Oktober 2016

Mengenal Jamaluddin Al-Afghani




A.    KEHIDUPAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1839 di Asabadad, kunar sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Afghanistan.[1] Ayahnya bernama Sayyid Shand yang dikenal dengan gelar Shafdar Al Husaini. Dia seorang bangsawan terhormat yang mempunyai hubungan nasab dengan Hussein ibn Ali Thalib, Jamaluddin Al-Afghani mendapat gelar “Sayyid”.[2] Ia kelak menjadi pembangkit, pemikir dan demokrasi di dunia islam. Ia merupakan orang yang anti otokrasi dan imperialis, juga pendiri pan-Islamisme.[3] Jamaluddin menghabiskan masa kecil dan remajanya di Afghanistan, namun banyak perjuangan di Mesir, India, bahkan sampai ke Perancis. Di Kabul ia mempelajari segala ilmu keislaman disamping filsafat dan ilmu esksata hingga umur 18 tahun. Ia juga seorang yang sangat cerdas, jauh melampaui remaja-remaja seusianya.[4]
            Jamaluddin menjadi tokoh Renaissance Islam pada abad ke 19. Dalam suatu waktu, ia menjadi seorang laki-laki pemikir dan petindak penuh dengan akal budi dan hati yang lapang. Pemberian akal besar di perolehnya, telah menjadikan ia seorang megnet yang menarik orang-orang kesampingnya dan dengan demikian, ia menjadi pemimpin yang ternama. Matanya yang tajam, di bawah kening yang lebar menyatakan kepada kita kebesaran wataknya. Ia terkenal sebagai penulis, pembicara yang cakap dan seorang dialektika.[5]
            Saat ia meninggalkan Afghanistan dan menuju ke India, di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena Negara itu telah jatuh ke tangan kekuasaan Inggris, disini ia merasa tidak senang melihat kaum kolonialisme yang selalu menindas dan memeras rakyat.[6] Setelah menguasai berbagai disiplin ilmu, Jamaluddin melakukan perjalanan ke India. Pada waktu itu di India terjadi pengotakan dramatis antara pembahauan muslim yang pro-Inggris dengan muslim yang anti Inggris yang kebanyakan menekankan Islam secara tradisional. Jamaluddin bersekutu dengan muslim tradisional untuk menghadapi kelompok muslim yang pro-Inggris. Ia menyadari bahwa kebangkitan dan solidaritas Islam bisa menjadi senjata untuk melawan pemerintahan Inggris di bumi muslim. Ia menorong rakyat India untuk bangkit melawan pemerintahan Inggris. Hasilnya pada tahun 1857 muncul kesadaran baru rakyat pribumi India untuk melawan penjajah. Perang kemerdekaan pertama di India pun terjadi. Inggris menilai Jamaluddin adalah tokoh yang berbahaya karena ide-ide pembaharuannya sehingga Inggris mengawasinya.[7]
            Sekembalinya ke Afghanistan, ketika baru berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu bagi Amir Dost Muhammad Khan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Ketika Amir Dost meninggal dan digantikan oleh Muhammad A’zam Khan, Afghani diangkat sebagai Perdana Menteri, dalam hal itu Inggris telah mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolatan yang di sokong Inggris. Sejak itulah keterlibatan langsung Afghani dalam gerakan internasional anti kolonialisme atau imperialism barat dan despotism timur.[8]
            Kemudian pergi ke Istambul, Al-Afghani disambut dengan penuh kegembiraan oleh tokoh-tokoh masyarakat di Ibu kota keajaan Utsmaniyah. Belum lama ia tinggal di Istambul, dia diangkat menjadi anggota majelis pendidikan dan mulai di undang di Aya Sophia an masjid Ahmadiyah. Popularitas Afghani mengundang kecemburuan Hasan Fahmi, Syaikhul Islam dan berhasil memfitnah Afghani dengan ceramahnyadi depan sejumlah mahasiswa dan cendekiawan di Darul Funun (lembaga pengetahuan). Dengan tuduhan fitnah ceramah tentang nilai seni merupakan pandangan yang revolusioner dan berbahaya.[9] Dan Hasan Fahmi juga menuduh Afghani telah menyatakan dalam ceramahnya bahwa kenabian termasuk seni (fann), sementara nabi adalah seniman (al-Shoni’). Tuduhan ini telah menimbulkan jeritan keras di dalam berbagai surat kabar Timur dan berakibat bahwa al-Sayyid terpaksa harus meninggalkan Istambul pada tahun 1871.[10]
            Karena fitnah tersebut Al-Afghani memutuskan meninggalkan Istambul dan pindah ke Kairo (Mesir) tahun 1871. Ia menetap di Kairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan stata arab. Rumah yang ia tinggali menjadi tempat pertemuan murid-murid dan pengikut-pengikutnya. Disini ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi tentang berbagai kalangan termasuk intelektual muda, mahasiswa dan tokoh pergerakan. Salah satu muridnya Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaglul pemimpin kemerdekaan Mesir.[11] Tetapi karena kegiatan politik dan agitasinya yang tajam terhadap campur tangan Inggris soal dalam negeri Mesir pada tahun 1879 atas desakan Inggris, Afghani di usir dari Mesir.[12]
             Melihat campur tangan Inggris, Jamaluddin Al-Afghani akhirnya kembali ke politik, ia melihat Inggris tidak menginginkan Islam bersatu dan kuat. Sebagai langkah taktis atau intrik politik, Jamaluddin bergabung dengan perkumpulan Free Masonry, suatu organisasi yang konon di sokong oleh kelompok Zionis, yang beranggotakan tokoh-tokoh Mesir, dari sini terbentuk partai politik bernama Hizb al-Wathani (partai kebangkitan). Ddengan adanya partai ini Jamaluddin merasa mendapat sokongan untuk menggulingkan Raja Mesir Khadewi Ismail digantikan puteranya Tawfiq yang akan mengadakan pembaharuan, tetapi kemudian Tawfiq mengusirnya. Selama di Mesir Jamaluddin meninggalkan pengaruh yang sangat besar, Jamaluddin yang telah membangkitkan gerakan berpikir di Mesir sehingga mencapai kejayaan.
B.     KARYA-KARYA AL-AFGHANI
1.    penolakan atas kaum materialis suatu pembelaan atas islam dari serangan zaman modern.
2.    menerbitkan majalah berkala dalam bahasa arab “Al-Urwatul Wutsqa” bertujuan untuk memperkuat rasa persaudaraan islam, membela islam dan membawa umat islam kepada kemajuan. Diantara karyanya dalam majalah “Al-Urwatul Wutsqa” yaitu:
a.    Berpegang dengan agama Allah dan tidak bercerai berai (li Imran:103 dan 105).
b.    Jangan mengambil orang di luar islam untuk menjadi teman kepercayaan sendiri. (Ali Imran: 118)
c.    Jangan takut mati karena kematian pasti ditemui (Al-Nisa:78)
d.   Taatlah kepada llah dan jangan bercerai berai (Al-Anfal :46).
e.    Allah tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka berusaha merubahnya(al-Ra’d:11)
f.     Orang yang beriman akan mendapat ujian keimanan(al-Ankabut:2).
g.    Sunnatullah berlaku pada umat terdahulu dan sunnatullah tidak berubah (Al-Ahzab:62).
3.    Al-Raddala al-Dahriyin (penyangkalan terhadap kaum materialis).[13]
C.     IDE-IDE PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
            Faktor-faktor yang menyebabkan kelemahan dan kemunduran dunia islam telah dapat diidentifikasikan oleh al-Afghani maka langkah berikutnya ia menawarkan ide-ide pembaharuan sebagai berikut:
a.    Meluruskan salah pengertian dalam paham keagamaan.
        Al-Afghani lebih mengedepankan agama islam dibanding agama yang lain. Karena islam adalah agama yang memimpin akal dengan tauhid. Al-Afghani berkeyakinan bahwa untuk memajukan umat islam haruslah melenyapkan pengertian salah yang dianut umat islam pada umumnya dan kembali kepada ajaran dasar islam yang sebenarnya. Hati mesti harus disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali dan demikian pula kesedihan berkorban demi kepentingan umat.
        Islam dalam keyakinan Al-Afghani adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, zaman dan keadaan. Apabila ada pertentangan antar ajaran islam, maka penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaraan islam seperti tercantum dalam al-Quran dan Hadits. Untuk interprestasi itu diperoleh ijtihad-ijtihad bagi Al-Afghani masih tetap terbuka.
        Ajaran islam sendiri sebenarnya mendorong umat islam menjadi statis karena mengikuti paham salah yang bukaan dari islam. Paham qadla dan qadhar telah dirusak dan diubah menjadi fatalisme. Untuk menjaga kemurnian dan menangkal pemalsuan ajaran yang datang dari dalam maupun luar islam, Al-Afghani menegaskan bahwa al-Quran dan Hadits merupakan sumber utama dalam penetapan hukum dalam islam.
b.      Sistem pemerintahan
        Al-Afghani yang mempunyai pemikiran yang demokratis tentang pemerintahan tentunya tidak menyukai sistem pemerintahan yang absolut. Yang berlaku umum di dunia islam pada waktu itu, maka Al-Afghani melontarkan ide-ide musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan.
        Aspiraasi rakyat dapat disalurkan melalui dewan perwakilan raakyat yang merupakan pengawan dan partner bagi kepala pemerintahan dalam menjalankan rod pemerintahannya. Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak pemerintahan demokrasi. Kepala pemerintahan harus mengadakan syuro dengan para pemimpin masyarakat yang punya pengalaman. Islam dalam pendapat Al-Afgahani menghendaki pemerintahan repulik yang didalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara tunduk kepada undang-undang dasar.[14]
c.       Pan-Islamisme
        Pemikiran politik Al-Afghani berpusat sekitar pan-islamisme. Yang menyatakan bahwa uman islam harus bersatu mempertahankan diri dari dari pemusnahan dan penghancuran oleh barat. Pan-Islamisme gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir islam terkenal Jamaluddin Al-Afghani menurut L. Stoddard al-afghani lah yang pertama yang menyadari sepenuhnya akan di dominasi barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia islam akan hal itu dan melakukan usah-usaha yang teliti untuk pertahanan. Umat islam menurutnya harus meninggalkan perselisihan dan berjuang dibawah panji bersama. Akan tetapi, ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri islam. Karena dikenal sebagai bapak nasionalisme dalam islam.[15] Ia berpendapat bahwa, agar dapat hidup sebagai manusia yang mempunyai harga diri, maka umat islam harus melebur perselisihan-perselisihan mereka. Merapatkan barisan dan berjuang dibawah panji bersama.
        Al-Afghani sangat beropssesi untuk menyatukan seluruh kaum muslimin. Diatas segala-galanya, persatuan umat islam kataa al-afghani meski diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat, umat islam dapat kembali memperoleh kemajuan.
        Pan-islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan islam menjadi satu, melainkan mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama.[16] Ide pan-islamisme (persatuan islam) tidak dimaksudkan untuk mempersatukan dunia islam dalam satu pemerintahan karena hal itu sulit diwujudkan. Maksud pan-islamisme adalah solidaritas umat islam yang mempunyai rasa tanggung jawab dimana setiap anggotanya memiliki rasa kebersatuan sehingga dapat hidup berdampingan dalam kehidupan masyarakat dan bekerjasama untuk mencapai kesejahteraan kemajuan dan kemakmuran.
D.    KESIMPULAN
        Dari serangkaian pembahasan yang tertuang dalam makalah ini,dapat disimpulkan bahwa Jamaluddin Al-afghani menjadi tokoh Renaissance Islam pada abad ke 19. Dalam suatu waktu, ia menjadi seorang laki-laki pemikir dan petindak penuh dengan akal budi dan hati yang lapang. Pemberian akal besar di perolehnya, telah menjadikan ia seorang megnet yang menarik orang-orang kesampingnya dan dengan demikian, ia menjadi pemimpin yang ternama. Diantara ide pemikirannya yaitu; Meluruskan salah pengertian dalam paham keagamaan, ide-ide musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan dalam pemerintahan dan Pemikiran politik Al-Afghani berpusat sekitar pan-islamisme. Yang menyatakan bahwa uman islam harus bersatu mempertahankan diri dari dari pemusnahan dan penghancuran oleh barat.




                        DAFTAR PUSTAKA

Munawwir, Imam. Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari masa ke masa, (Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985)
Rusli, Ris’an. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Cetakan I,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
M.Shoelhi, Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Republik).
Hoesin, Oemar Amin. Filsafat Islam,(Jakarta:Bulan Bintang,1961).
Nasution, Harun. Sejarah Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,,2001).
Saefudin, Didin. Pemikir Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta:PT Grasindo, Anggota IKAPI,2003.
Madkour, Ibrahim. Filsafat Islam Metode dan Penerapan,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1988).
Qodir. Philosophy dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, anggota IKAPI, 1998)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Grasindo, Anggota IKAPI, 2003).


[1] Imam Munawwir,Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari masa ke masa, (Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985). Hlm 83
[2] Ris’an Rusli,Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Cetakan I,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013) hlm.83
[3] Imam Munawwir,Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari masa ke masa,(Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985). Hlm.475
[4] M.Shoelhi, Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Republik) hlm.136
[5] Oemar Amin Hoesin,Filsafat Islam,(Jakarta:Bulan Bintang,1961) hlm.157
[6] Imam Munawwir,Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari masa ke masa,(Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985). Hlm.475

[7] M.Shoelhi, Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Republik) hlm.136
[8] Harun Nasution,Sejarah Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,,2001) hlm.43
[9] Didin Saefudin, Pemikir Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta:PT Grasindo, Anggota IKAPI,2003) hlm.8
[10] Ibrahim Madkour, Filsafat Islam Metode dan Penerapan,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1988) hlm.159-160
[11] Harun Nasution,Sejarah Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,,2001) hlm.43-44
[12]Didin Saefudin, Pemikir Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta:PT Grasindo, Anggota IKAPI,2003) hlm.9

                [13] Qodir, Philosophy dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, anggota IKAPI, 1998), hlm. 168
[14] Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Cetakan 1, 2013) hlm.88-89
[15] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Grasindo, Anggota IKAPI, 2003) hlm.16
[16] Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta: PT.Raja Grasindo, Anggota IKAPI, 2003) hlm.16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar