A.
KEHIDUPAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1839 di Asabadad, kunar
sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Afghanistan.[1]
Ayahnya bernama Sayyid Shand yang dikenal dengan gelar Shafdar Al Husaini. Dia
seorang bangsawan terhormat yang mempunyai hubungan nasab dengan Hussein ibn
Ali Thalib, Jamaluddin Al-Afghani mendapat gelar “Sayyid”.[2]
Ia kelak menjadi pembangkit, pemikir dan demokrasi di dunia islam. Ia
merupakan orang yang anti otokrasi dan imperialis, juga pendiri pan-Islamisme.[3]
Jamaluddin menghabiskan masa kecil dan remajanya di Afghanistan, namun banyak
perjuangan di Mesir, India, bahkan sampai ke Perancis. Di Kabul ia mempelajari
segala ilmu keislaman disamping filsafat dan ilmu esksata hingga umur 18 tahun.
Ia juga seorang yang sangat cerdas, jauh melampaui remaja-remaja seusianya.[4]
Jamaluddin menjadi tokoh Renaissance
Islam pada abad ke 19. Dalam suatu waktu, ia menjadi seorang laki-laki pemikir
dan petindak penuh dengan akal budi dan hati yang lapang. Pemberian akal besar di
perolehnya, telah menjadikan ia seorang megnet yang menarik orang-orang
kesampingnya dan dengan demikian, ia menjadi pemimpin yang ternama. Matanya
yang tajam, di bawah kening yang lebar menyatakan kepada kita kebesaran
wataknya. Ia terkenal sebagai penulis, pembicara yang cakap dan seorang
dialektika.[5]
Saat ia meninggalkan Afghanistan dan
menuju ke India, di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena Negara itu
telah jatuh ke tangan kekuasaan Inggris, disini ia merasa tidak senang melihat
kaum kolonialisme yang selalu menindas dan memeras rakyat.[6] Setelah
menguasai berbagai disiplin ilmu, Jamaluddin melakukan perjalanan ke India.
Pada waktu itu di India terjadi pengotakan dramatis antara pembahauan muslim
yang pro-Inggris dengan muslim yang anti Inggris yang kebanyakan menekankan
Islam secara tradisional. Jamaluddin bersekutu dengan muslim tradisional untuk
menghadapi kelompok muslim yang pro-Inggris. Ia menyadari bahwa kebangkitan dan
solidaritas Islam bisa menjadi senjata untuk melawan pemerintahan Inggris di
bumi muslim. Ia menorong rakyat India untuk bangkit melawan pemerintahan
Inggris. Hasilnya pada tahun 1857 muncul kesadaran baru rakyat pribumi India
untuk melawan penjajah. Perang kemerdekaan pertama di India pun terjadi.
Inggris menilai Jamaluddin adalah tokoh yang berbahaya karena ide-ide
pembaharuannya sehingga Inggris mengawasinya.[7]
Sekembalinya ke Afghanistan, ketika
baru berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu bagi Amir Dost Muhammad Khan.
Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Ketika Amir Dost meninggal
dan digantikan oleh Muhammad A’zam Khan, Afghani diangkat sebagai Perdana
Menteri, dalam hal itu Inggris telah mencampuri soal politik dalam negeri
Afghanistan dan dalam pergolatan yang di sokong Inggris. Sejak itulah keterlibatan
langsung Afghani dalam gerakan internasional anti kolonialisme atau imperialism
barat dan despotism timur.[8]
Kemudian pergi ke Istambul,
Al-Afghani disambut dengan penuh kegembiraan oleh tokoh-tokoh masyarakat di Ibu
kota keajaan Utsmaniyah. Belum lama ia tinggal di Istambul, dia diangkat
menjadi anggota majelis pendidikan dan mulai di undang di Aya Sophia an masjid
Ahmadiyah. Popularitas Afghani mengundang kecemburuan Hasan Fahmi, Syaikhul
Islam dan berhasil memfitnah Afghani dengan ceramahnyadi depan sejumlah
mahasiswa dan cendekiawan di Darul Funun (lembaga pengetahuan). Dengan tuduhan
fitnah ceramah tentang nilai seni merupakan pandangan yang revolusioner dan
berbahaya.[9] Dan
Hasan Fahmi juga menuduh Afghani telah menyatakan dalam ceramahnya bahwa
kenabian termasuk seni (fann), sementara nabi adalah seniman (al-Shoni’).
Tuduhan ini telah menimbulkan jeritan keras di dalam berbagai surat kabar Timur
dan berakibat bahwa al-Sayyid terpaksa harus meninggalkan Istambul pada tahun
1871.[10]
Karena fitnah tersebut Al-Afghani
memutuskan meninggalkan Istambul dan pindah ke Kairo (Mesir) tahun 1871. Ia
menetap di Kairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir
dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan stata arab. Rumah yang ia tinggali
menjadi tempat pertemuan murid-murid dan pengikut-pengikutnya. Disini ia
memberikan kuliah dan mengadakan diskusi tentang berbagai kalangan termasuk
intelektual muda, mahasiswa dan tokoh pergerakan. Salah satu muridnya Muhammad
Abduh dan Sa’ad Zaglul pemimpin kemerdekaan Mesir.[11]
Tetapi karena kegiatan politik dan agitasinya yang tajam terhadap campur tangan
Inggris soal dalam negeri Mesir pada tahun 1879 atas desakan Inggris, Afghani
di usir dari Mesir.[12]
Melihat campur tangan Inggris, Jamaluddin
Al-Afghani akhirnya kembali ke politik, ia melihat Inggris tidak menginginkan
Islam bersatu dan kuat. Sebagai langkah taktis atau intrik politik, Jamaluddin
bergabung dengan perkumpulan Free Masonry, suatu organisasi yang konon di
sokong oleh kelompok Zionis, yang beranggotakan tokoh-tokoh Mesir, dari sini
terbentuk partai politik bernama Hizb al-Wathani (partai kebangkitan). Ddengan
adanya partai ini Jamaluddin merasa mendapat sokongan untuk menggulingkan Raja
Mesir Khadewi Ismail digantikan puteranya Tawfiq yang akan mengadakan
pembaharuan, tetapi kemudian Tawfiq mengusirnya. Selama di Mesir Jamaluddin
meninggalkan pengaruh yang sangat besar, Jamaluddin yang telah membangkitkan
gerakan berpikir di Mesir sehingga mencapai kejayaan.
B.
KARYA-KARYA AL-AFGHANI
1.
penolakan atas kaum materialis suatu pembelaan atas islam dari
serangan zaman modern.
2.
menerbitkan majalah berkala dalam bahasa arab “Al-Urwatul Wutsqa”
bertujuan untuk memperkuat rasa persaudaraan islam, membela islam dan membawa
umat islam kepada kemajuan. Diantara karyanya dalam majalah “Al-Urwatul
Wutsqa” yaitu:
a. Berpegang
dengan agama Allah dan tidak bercerai berai (li Imran:103 dan 105).
b. Jangan
mengambil orang di luar islam untuk menjadi teman kepercayaan sendiri. (Ali
Imran: 118)
c. Jangan
takut mati karena kematian pasti ditemui (Al-Nisa:78)
d. Taatlah
kepada llah dan jangan bercerai berai (Al-Anfal :46).
e. Allah
tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka berusaha merubahnya(al-Ra’d:11)
f. Orang
yang beriman akan mendapat ujian keimanan(al-Ankabut:2).
g. Sunnatullah berlaku pada umat
terdahulu dan sunnatullah tidak berubah (Al-Ahzab:62).
C.
IDE-IDE
PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Faktor-faktor yang menyebabkan
kelemahan dan kemunduran dunia islam telah dapat diidentifikasikan oleh
al-Afghani maka langkah berikutnya ia menawarkan ide-ide pembaharuan sebagai
berikut:
a.
Meluruskan salah pengertian dalam paham keagamaan.
Al-Afghani lebih mengedepankan agama islam dibanding agama yang
lain. Karena islam adalah agama yang memimpin akal dengan tauhid. Al-Afghani
berkeyakinan bahwa untuk memajukan umat islam haruslah melenyapkan pengertian
salah yang dianut umat islam pada umumnya dan kembali kepada ajaran dasar islam
yang sebenarnya. Hati mesti harus disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan
kembali dan demikian pula kesedihan berkorban demi kepentingan umat.
Islam dalam keyakinan Al-Afghani adalah agama yang sesuai untuk
semua bangsa, zaman dan keadaan. Apabila ada pertentangan antar ajaran islam,
maka penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang
ajaraan islam seperti tercantum dalam al-Quran dan Hadits. Untuk interprestasi
itu diperoleh ijtihad-ijtihad bagi Al-Afghani masih tetap terbuka.
Ajaran islam sendiri sebenarnya mendorong umat islam menjadi statis
karena mengikuti paham salah yang bukaan dari islam. Paham qadla dan qadhar
telah dirusak dan diubah menjadi fatalisme. Untuk menjaga kemurnian dan
menangkal pemalsuan ajaran yang datang dari dalam maupun luar islam, Al-Afghani
menegaskan bahwa al-Quran dan Hadits merupakan sumber utama dalam penetapan
hukum dalam islam.
b.
Sistem pemerintahan
Al-Afghani yang mempunyai pemikiran yang demokratis tentang
pemerintahan tentunya tidak menyukai sistem pemerintahan yang absolut. Yang
berlaku umum di dunia islam pada waktu itu, maka Al-Afghani melontarkan ide-ide
musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan.
Aspiraasi rakyat dapat disalurkan melalui dewan perwakilan raakyat
yang merupakan pengawan dan partner bagi kepala pemerintahan dalam menjalankan
rod pemerintahannya. Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak
pemerintahan demokrasi. Kepala pemerintahan harus mengadakan syuro dengan para
pemimpin masyarakat yang punya pengalaman. Islam dalam pendapat Al-Afgahani
menghendaki pemerintahan repulik yang didalamnya terdapat kebebasan
mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara tunduk kepada undang-undang
dasar.[14]
c.
Pan-Islamisme
Pemikiran politik Al-Afghani berpusat sekitar pan-islamisme. Yang
menyatakan bahwa uman islam harus bersatu mempertahankan diri dari dari
pemusnahan dan penghancuran oleh barat. Pan-Islamisme gagasan ini baru
disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir islam terkenal Jamaluddin
Al-Afghani menurut L. Stoddard al-afghani lah yang pertama yang menyadari
sepenuhnya akan di dominasi barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia
mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia islam akan hal itu dan melakukan
usah-usaha yang teliti untuk pertahanan. Umat islam menurutnya harus
meninggalkan perselisihan dan berjuang dibawah panji bersama. Akan tetapi, ia
juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri islam.
Karena dikenal sebagai bapak nasionalisme dalam islam.[15]
Ia berpendapat bahwa, agar dapat hidup sebagai manusia yang mempunyai harga
diri, maka umat islam harus melebur perselisihan-perselisihan mereka.
Merapatkan barisan dan berjuang dibawah panji bersama.
Al-Afghani sangat beropssesi untuk menyatukan seluruh kaum
muslimin. Diatas segala-galanya, persatuan umat islam kataa al-afghani meski
diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat, umat
islam dapat kembali memperoleh kemajuan.
Pan-islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan islam
menjadi satu, melainkan mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam
kerjasama.[16]
Ide pan-islamisme (persatuan islam) tidak dimaksudkan untuk mempersatukan dunia
islam dalam satu pemerintahan karena hal itu sulit diwujudkan. Maksud
pan-islamisme adalah solidaritas umat islam yang mempunyai rasa tanggung jawab dimana
setiap anggotanya memiliki rasa kebersatuan sehingga dapat hidup berdampingan
dalam kehidupan masyarakat dan bekerjasama untuk mencapai kesejahteraan
kemajuan dan kemakmuran.
D.
KESIMPULAN
Dari serangkaian pembahasan
yang tertuang dalam makalah ini,dapat disimpulkan bahwa Jamaluddin Al-afghani menjadi tokoh Renaissance Islam pada abad ke 19. Dalam suatu waktu,
ia menjadi seorang laki-laki pemikir dan petindak penuh dengan akal budi dan
hati yang lapang. Pemberian akal besar di perolehnya, telah menjadikan ia
seorang megnet yang menarik orang-orang kesampingnya dan dengan demikian, ia
menjadi pemimpin yang ternama. Diantara ide pemikirannya yaitu; Meluruskan
salah pengertian dalam paham keagamaan, ide-ide
musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan dalam pemerintahan dan Pemikiran politik Al-Afghani berpusat sekitar pan-islamisme. Yang
menyatakan bahwa uman islam harus bersatu mempertahankan diri dari dari
pemusnahan dan penghancuran oleh barat.
DAFTAR
PUSTAKA
Munawwir, Imam. Mengenal 30 Pendekatan dan
Pemikiran Islam dari masa ke masa, (Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985)
Rusli, Ris’an. Pembaharuan Pemikiran Modern
dalam Islam, Cetakan I,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
M.Shoelhi,
Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Republik).
Hoesin, Oemar
Amin. Filsafat
Islam,(Jakarta:Bulan
Bintang,1961).
Nasution, Harun. Sejarah Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang,,2001).
Saefudin, Didin. Pemikir Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta:PT
Grasindo, Anggota IKAPI,2003.
Madkour, Ibrahim. Filsafat Islam Metode dan Penerapan,(Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada,1988).
Qodir. Philosophy dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, anggota IKAPI, 1998)
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT.
Grasindo, Anggota IKAPI, 2003).
[1] Imam Munawwir,Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari
masa ke masa, (Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985). Hlm 83
[2] Ris’an Rusli,Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Cetakan
I,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013) hlm.83
[3] Imam Munawwir,Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari
masa ke masa,(Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985). Hlm.475
[4] M.Shoelhi, Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Republik)
hlm.136
[5] Oemar Amin Hoesin,Filsafat Islam,(Jakarta:Bulan Bintang,1961)
hlm.157
[6] Imam Munawwir,Mengenal 30 Pendekatan dan Pemikiran Islam dari
masa ke masa,(Surabaya:PT.BINA ILMU, 1985). Hlm.475
[7] M.Shoelhi, Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Republik)
hlm.136
[8] Harun Nasution,Sejarah Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang,,2001) hlm.43
[9] Didin Saefudin, Pemikir Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta:PT
Grasindo, Anggota IKAPI,2003) hlm.8
[10] Ibrahim Madkour, Filsafat Islam Metode dan Penerapan,(Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada,1988) hlm.159-160
[11] Harun Nasution,Sejarah Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang,,2001) hlm.43-44
[12]Didin Saefudin, Pemikir Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta:PT
Grasindo, Anggota IKAPI,2003) hlm.9
[14] Ris’an Rusli, Pembaharuan
Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Cetakan
1, 2013) hlm.88-89
[15] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Grasindo, Anggota
IKAPI, 2003) hlm.16
[16] Didin Saefuddin,
Pemikiran Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta: PT.Raja Grasindo, Anggota
IKAPI, 2003) hlm.16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar