Selasa, 26 April 2016

TEKNIK DAN METODE BIMBINGAN KONSELING AGAMA




A.  Metode Konseling dalam Islam
Dalam pengertian harfiyyah, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari meta yang berarti melalui dan hodos berarti jalan. Metode lazim diartikan sebagai jarak untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan pernerapan metode tersebut dalam praktek. Oleh karenanya, berbeda sedikit dari bahasan-bahasan dalam berbagai buku tentang bimbingan dan konseling, metode bimbingan dan konseling Islam ini akan diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi tersebut.[1]
Metode dalam bimbingan konseling agama yaitu:
1.      Konseling dengan Metode Pembelajaran Langsung
Hal ini dilakukan dengan cara mengemukakan kesalahan dengan menerangkan penyebabnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Umar bin Abu Salamah bahwa Ia berkata, Dahulu kala, di saat aku masih ada di bawah tanggungan Rosulullah, tanganku selalu aktif berpindah dari satu piring makanan ke satu piring yang lainnya di saat aku sedang makan. Lalu Rosulullah bersabda padaku, ‘Wahai anak muda, sebutkanlah nama Allah, makan dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang dekat denganmu.’
Dari hadist ini kita dapat mengambil manfaat sebagai berikut.
a.       Sesungguhnya Rosulullah makan bersama anak kecil. Hal ini menunjukkan akan kuatnya hubungan jiwa antara pendidik dan didikannya, hingga ia bisa berdialog dengannya dan memperbaiki kesalahannya.
b.      Rosulullah mencari waktu yang tepat dan memperbaiki kesalahan, yaitu pada saat pekerjaan itu terus dilakukan. Hal ini membutuhkan perbaikan langsung sebelum akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit diubah.
c.       Panggilan Rosulullah kepada Umar (anak didiknya) dengan sebutan, Wahai anak muda  adalah panggilan yang sangat disenangi oleh anak didiknya.  Hal ini bisa dijadikan suatu sinyal agar sang anak memperhatikan, mendengarkan kemudian melaksanakan nasihat yang akan diberikan.
d.      Rosulullah melakukan perbaikan gegabahnya tangan seorang anak kecil dengan mengamati gerakannya. Hingga bisa dikatakan, hendaknya seorang pendidik dalam memperbaiki kesalahan sesuatu dengan melakukan pengamatannya terlebih dahulu dan barulah kemudian dicari pemacahan masalahnya dari akar-akarnya.
e.       Dalam melakukan terapi dan perbaikan, Rosulullah telah melakukan susunan acceptable dan realistis dengan mengatakan, “Sebutlah Bismillah (nama Alla)”, untuk langkah pertama, “Makan dengan tangan kananmu” sebagai langkah kedua dan “makan apa ynag dekat deganmu” sebagai langkah ketiga.
2.      Konseling dengan Metode Suri Teladan
Pengaruh keteladanan sangatlah kuat. Karenanya, hendaknya seorang konselor, pendidik ataupun orang tua mampu menjadi teladan dalam ibadah, zuhud, tawadhu, sikap lemah lembut ataupun sikap pemberani, sebagai mana Allah berfirman, Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imron: 159)
3.      Konseling dengan Metode Dialog
Dalam sebuah hadist Abdullah bin Amr Amr Ibnul-Ash berkata, “Aku mendengar Rosulullah bersabda, Apakah kalian mengetahui siapakah orang muslim itu? Para sahabat menjawab, ‘ Allah dan Rosul-Nya lebih mengetahui.’ Lalu beliau berkata, ‘Muslim adalah membuat kaum muslimin lainnya selamat dari tangan dan lisannya.”
4.      Metode keteladanan
Digambarkan dengan suri teladan yang baik, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21 Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan berdatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
5.      Metode Penyadaran
Banyak menggunakan ungkapan-ungkapan nasehat dan juga at-Targhib wat-Tarhib (janji dan ancaman). Allah berfirman dalam surah Al-Hajj ayat 1-2, “Hai manusia, bertaqwalah kepada tuhanmu seseungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dasyat). (ingatlah) pada hari (ketika) kamu mleihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal pada sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras”.[2]

B.        Teknik dalam Bimbingan Konseling Agama
Ada beberapa macam teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk membantu perkembangan individu, yaitu konseling, nasihat, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mengajar bernuansa bimbingan.
1.      Konseling
Konseling merupakan bantuan yang bersifat terapeutik yang diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku individu. Konseling dilaksanakan melalui wawancara (konseling) langsung dengan individu. Konseling ditujukan kepada individu yang normal, bukan yang mengalami kesulitan kejiwaan, melainkan hanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.
Dalam konseling berisi proses belajar yang ditujukan agar konseli (individu) dapat mengenal diri, menerima, mengarahkan, dan menyesuaikan diri secara realistis dalam kehidupannya di kampus ataupun luar kampus. Dalam konseling tercipta hubungan pribadi yang unik dan khas dengan hubungan tersebut individu diarahkan agar dapat membuat keputusan, pemilihan, dan rencana yang bijaksana, serta dapat berkembang dan berperan lebih baik di lingkungannya.[3]
2.      Nasihat
Nasihat merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat diberikan oleh konslor ataupun pembimbing. Pemberian nasihat hendaknya memerhatikan hal-hal sebagi berikut.
a.    Berdasarkan masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh klien (individu),
b.    Diawali dengan menghimpun data yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi
c.    Nasihat yang diberikan bersifat alternative yang dapat dipilih oleh individu, disertai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan.
d.   Hendaknya, individu mau dan mampu mempertanggungjawabkan keputusan yang diambilnya.
3.      Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.
Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2 – 6 orang), kelompok sedang (7 – 12 orang), dan kelompok besar (13 – 20 orang) ataupun kelas (20-40 orang). Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri.[4]
4.      Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat pencegahan dalam arti, bahwa individu yang bersangkutan mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberi kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya.
Individu dalam konseling kelompok pada dasarnya adalah individu normal yang memiliki berbagai kepedulian dan kemampuan, serta persoalan yang dihadapi bukanlah gangguan kejiwaan yang tergolong sakit, hanya kekeliruan dalam penyesuaian diri.[5]
5.      Mengajar Bernuansa Bimbingan
Bimbingan waktu mengajar yang dapat dilakukan oleh dosen berupa menjelaskan tujuan dan manfaat perkuliahan, cara belajar, mata kuliah yang diberikan, dorongan untuk berprestasi, membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi individu, penyelesaian tugas, merencanakan masa depan, memberikan fasilitas belajar, member kesempatan untuk berprestasi, dan lain-lain.
a.    Secara umum, bimbingan yang dapat diberikan guru/dosen sambil mengajar adalah mengenal dan memahami individu secara mendalam
b.    Memberikan perlakuan dengan memerhatikan perbedaan individual
c.    Memperlakukan individu secara manusiawi
d.   Memberi kemudahan untuk mengembangkan diri secara optimal;
e.    Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.

C.           Langkah-Langkah melakukan konseling islami
Untuk melaksanakan konseling islami dapat ditempuh langkah berikut:
1.        Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penerimaan, keakraban, keterbukaan.
2.        Meyakinkan klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang dibicarakan dalam proses konseling sepanjang klien tidak diketahui orang lain.
3.        Wawancara awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal klien, masalahnya, lingkungannya dan sekaligus membantu klien mengenali dan menyadari dirinya.
4.        Mengekplorasi masalah dengan perspektif islami (pada langkah ini konselor mencoba menelusuri tingkat pengetahuan dan pengetahuan dan pemahaman individu akan hakikat masalah-masalahnya dalam pandangan islam).
5.        Mendorong klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri apakah ada kewajiban yang belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang salah, sudah bersihkah jiwanya dari berbagai penyakit hati).
6.        Mengekplorasi tujuan hidup dan hakekat hidup menurut klien, selanjutnya merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai klien sehubungan dengan masalahnya.
7.        Mendorong klien menggunakan hati dalam melihat masalah dan sekaligus mendorong klien menggunakan a’qalnya, dan bertanya kepada hati nuraninya.
8.        Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang diberi Allah penuh keridhoan dan keikhlasan.
9.        Mendorong klien untuk selalu bersandar dan berdo’a serta mohon dibukakan jalan keluar dari masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara memperbanyak ibadah sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW.
10.    Mendorong klien untuk mengambil keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf) bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapinya.
11.    Mengarahkan klien dalam melaksanakan keputusan-keputusan yang dibuatnya.
12.    Mengarahkan dan mendorong klien agar selalu bersikap dan berperilaku yang islami, sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13.    Mendorong klien untuk terus menerus berusaha menjaga dirinya dari tunduk pada hawa nafsunya, yang dikendalikan oleh setan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.[6]


[1]Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Islam, (Jogjakarta: UII Press, 2001), Hlm 53.
[2] Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Hlm. 37
[3]Dr. Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan Dan Konseling, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Hlm. 22
[4]Dr. Achmad Juntika Nurihsan. Bimbingan Dan Konseling, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Hlm:22-23
[5]Dr. Achmad Juntika Nurihsan. Bimbingan Dan Konseling, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Hlm 24
[6]Erham Wilda, Konseling Islami, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm 120-122

Konsep Tuhan dan Manusia Menurut Filsafat



A.    Konsep Tuhan Menurut Filsafat
Watak pemahaman ketuhanan dalam tradisi Yunani mencakup unsur agama dan filsafat. Ide pertama tentang Tuhan terdapat dalam Iliad and Odyssey karya Homer, yang menggambarkan adanya dewa-dewa yang memerintah alam, yang paling tinggi adalah Zeus, dewa keturunan. Zeus mempunyai anak-anak yang juga menjdi dewa-dewa tetapi tidak kekal. Dewa Zeus bukan pencipta alam dan sangat mengikuti kemauannya sendiri dalam menghadapi manusia.
Banyak persoalan besar lainnya yang berhubungan dengan konsep Tuhan yang pada masa lalu telah banyak di diskusikan oleh para teolog dan filsuf untuk memembuktikan kebenaran fundamental agama secara konklusif. Dan mempertahankannya.  Berikut beberapa pandangan filsuf tentang Tuhan:

1.      Socrates (469-399 SM)
Socrates adalah murid dari Phytagoras, yang membahas masalah ketuhanan dengan logika akademik yang simpel dengan menetapkan wujud Tuhan yang disembah. Metode Socrates yang digunakan dikenal sebagai maieutike tekhne (Seni Kebidanan). Seperti ibu yang membidani kelahiran-kelahiran bayi, Socrates membidani ide-ide pamikiran orang dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan hingga dari orang itu sendiri akan melahirkan pengetahuan-pengetahuan.
Ajaran yang terkenal dari Socrates adalah Gnoti Seauton yaitu kenalilah dirimu sendiri. Bagi Socrates dengan mengenali diri sendiri, akan dapat lebih mengenal Tuhan. Manusia menurut Socrates diberikan sifat-sifat khas yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki manusia yang menjadikan pengingkaran kepada Tuhan menurut Socrates menjadi tidak beralasan.
Socrates mempercayai adanya keabadian roh, yang tidak akan rusak atau mati dengan kematian badan. Ia percaya bahwa roh akan kembali kepada sumbernya yang pertama yang bersih dan suci dari unsur kebendaan. Tidak begitu jelas ia berpaham politeisme atau monoteisme, karena ia sering membicarakan satu dewa, tatapi diwaktu lain ia membicarakan banyak dewa, akan tetapi semua dewa disucikannya dari sifat-sifat kemanusiaan yang fana.

2.       Plato (427-347 SM)
Plato menggambarkan Tuhan sebagai Demeiougos (sang pencipta) dari alam ini dan sebagai Ide Tertinggi dari alam ide. Ide tertinggi ini menurut Plato adalah Ide Kebaikan.
Sebagai murid Socrates, Plato  berusaha mengembangkan dan lebih menyempurnakan pandangan-pandangan gurunya, dan sistem pemikiran merupakan puncak dari usaha-usaha orang sebelumya yang digabungkan dalam pemikiran sendiri.
Menurut Plato segala keadaan di dunia ini tidaklah kekal dan selalu berubah karena itu dunia yang ditempati manusia ini adalah dunia bayangan yang dilawankan dengan dunia ide yang bersifat kekal dan tidak mengalami perubahan. Dalam mencari hakekat benda yang tetap berubah ini, Plato berfikir bahwa hanya benda-benda yang berada diluar alam, diluar ruang dan waktu, dapat menjadi realitas tertinggi.
Konsekwensi dari benda yang selalu berubah ini adalah bersifat baharu, dan setiap yang baharu mempunyai sebab yang ada penyebabnya, itulah Tuhan yang terbebas dari sifat baharu. Tuhan adalah zat yang transenden dan merupakan realitas tertinggi, merupakan esensi atau Ide dari yang Baik, dan alam merupakan partisipasi refelektif dari zat yang sempurna.
Plato menyebutkan dalam kitab undang-undangnya bahwa ada beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia apabila tidak mengetahuinya, yaitu antara lain bahwa manusia itu mempunyai Tuhan yang membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu itu.

3.      Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid terbaik Plato, sehingga banyak pemikiran-pemikiran gurunya yang memberinya pengaruh kuat pada filsafatnya. Meskipun demikian ia tidak kehilangan kekritisannya dalam menanggapi pemikiran Plato, sehingga akan tampak beberapa pandangannya yang berseberangan dengan gurunya.
Aristoteles sependapat dengan Plato bahwa realitas konkrit itu tidak tetap dan selalu berubah, akan tetapi ia tidak setuju atas pandangan Plato mengenai pengetahuan yang benar yang dibangun atas dasar postulat bahwa dunia transenden terpisah dengan objek-objek konkrit dan menganggap realitas konkrit dan menganggap realitas konkrit sebagai hal yang tidak nyata. Bagi Aristoteles realitas justru harus dicari dalam dunia yang ditemukan manusia, yaitu dunia yang teramati. Dunia konkrit dan individual, itulah kenyataan real.
Pandangan Aristoteles yang terkenal adalah teorinya tentang empat causa: Causa material, Causa formal, Causa efisien, Causa final. Suatu realitas yang sifatnya kausalitas bahwa keberadaan sesuatu disebabkan oleh yang lain, mengarah pada konsep adanya Penggerak Pertama yang tidak bergerak sebagai penyebab gerak dari yang bergerak. Penggerak pertama yang tidak bergerak diartikan sebagai sebab yang dia sendiri tidak bergerak, ia merupakan pikiran murni dan pikian hanya pada dirinya sendiri.
Konsep Aristoteles tentang Tuhan didasarkan pada latar belakang ilmu pengetahuan, tidak didasarkan pada suatu religi tertentu. Bagi Aristoteles Tuhan sebagai substansi yang bersifat eternal terpisah dari dunia konkrit, tidak bersifat materi, tidak memiliki potensi; Tuhan adalah “Aktus Murni” yang hanya memperhatikan dirinya sendiri, Tuhan bukan personal yang menjawab doa-doa dan keinginan manusia.
Sebagai Aktus Murni, aktifitas Tuhan tidak lain kecuali melalui berpikir. Tuhan adalah “pemikiran yang sedang berpikir diatas pemikiran” (noesis noesos).

4.      Baruch Spinoza (1632-1667)
Baruch Spinoza atau Benedict Spinoza atau Despinoza lahir di Amsterdam pada tanggal 24 November 1632 dari keluarga Yahudi. Tahun 1663 Spinoza pindah ke Den Haag tahun 1663 ia pernah ditawari manjadi pimpinan filsafat pada Universitas The Hague, tetapi ia menolaknya. Spinoza meninggal pada tanggal 21 Februari  1667.
Spinoza termasuk pemikir yang revolusionir pada zamannya, ia adalah pemikir yang paling ambisius dan tak kenal kompromi. Dialah filsuf modern yang dengan lantang mengajarkan “Tuhan imanensi dan dinamis” menggantikan ide tentang “Tuhan transenden yang statis”.
Pandangan Spinoza tentang Tuhan atau substansi dapat disimpulkan beberapa hal: pertama, Tuhan itu satu, diluar Tuhan tidak ada sesuatu pun yang eksis. Kedua, bingkai alam adalah tubuh Tuhan, sedang isi mental dari struktur fisikal alam dalah jiwa Tuhan. Ketiga, objek-objek material adalah modus Tuhan atau substansi.
Dalam bukunya yang berjudul Ethica, Spinoza menjelaskan tentang sifat-sifat Tuhan yaitu: Pertama, Tuhan tidak terbatas. Tuhan yang secara absolut tidak terbatas itu tidak dapat dibagi dan abadi. Kedua, aktivitas Tuhan tergantung pad hukum-hukum yang dimiliknya. Ketiga, Tuhan adalah sumber penyebab segala sesuatu. Keempat, eksistensi dan esensi Tuhan adalah sama. Kelima, Kekuatan Tuhan sama dengan esensinya. Keenam, esensi Tuhan identik dengan keabadian.  Ketujuh,  Tuhan adalah bebas.  Kedelapan,  Tuhan memahami dirinya sendiri.
Spinoza menyimpulkan bahwa hanya ada satu substansi, apakah itu disebut Tuhan, atau disebut alam, oleh sebab itu tidak ada kemungkinan interaksi antar substansi. Substansi yang hanya satu ini dapat merupakan asal-usul dari yang tampak sebagai bukan individu sejati, tetapi hanya bentuk dari substansi tunggal.

5.       Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)
Leibniz adalah seorang filsuf, ilmuwan, matematikus, sejarahwan dan diplomat. Ia lahir di Leipzig tiga belas tahun setelah kelahiran Spinoza dan empat tahun sesudah kematian Descartes.
Pandangan-pandangan Leibniz mencoba untuk menyatukan berbagai konflik terutama mengenai paham keagamaan yang berbeda. Ia ingin mengharmoniskan antara kaum Protestan dan Katolik Roma, ia mendambakan agama universal atas dasar prinsip kristiani. Leibniz tidak tidak hanya berkehendak menyatukan agama tetapi juga menyatukan ilmu, teologi, dan filsafat. Leibniz juga ingin menyelesaikan pertentangan lama antara realisme dan nominalisme dengan mengatakan bahwa teori secara universal adalah real, tetapi yang sesungguhnya hadir objektif adalah yang partikular.

6.       Agustinus (354-430)
Menurunya Tuhan adalah pengada yang mutlak. Dia adalah abadi, tidak berubah. Dia berada diluar pemahaman manusia, karena dia lebih besar dari sesuatu yang diketahui manusia. Penegtahuan yang dimiliki manusia dalam kaitannya dengan Tuhan adalah terbatas dan diperoleh melalui analogi dari suatu yang dialami manusia.
Tuhan itu berpribadi, berpikir dan berkehendak. Dia menciptakan dunia dan menegendalikan sesuai dengan rencana Ilahi-Nya yang telah ditetapkan. Tuhan menciptakan dunia dari ketiadaan.

7.       Anselmus (1033-1109)
Anselmus berpendapat bahwa Tuhan bukannya “bukan apa-apa”, melainkan adalah pengada yang Tertinggi dari segala sesuatu. Tuhan bukan hanya dapat diketahui didalam Iman. Untuk mengetahui Tuhan, orang harus melibatkan diri didalam Tuhan, sebagaimana kata Agustinus “credout intelligam” aku beriman agar aku mengerti.
Tuhan bagi Anselmus adalah sesuatu yang salainnya sesuatu yang lebih besar tidak dapat dipikirkan. Tuhan itu harus bereksistensi, karena tanpa eksistensi Tuhan tidak akan menjadi sempurna. Eksistensi lebih sempurna daripada tidak bereksistensi.

8.      Al Kindi (801-873)
Tuhan digambarkan oleh al Kindi sebagai sesuatu yang bersifat tetap, tunggal, ghaib dan penyebab sejati gerak. Al kindi dengan menggunakan konsep teori pencipta creatio ex nihilo mengatakan bahwa penciptaan dari ketiadaan merupakan hal istimewa yang dimiliki Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya Dzat yang sungguh-sungguh mampu mencipta dari ketiadaan dan Dia merupakan sebab yang sesungguhnya dari seluruh realitas yang ada didunia ini.
Al Kindi mensifati Tuhan dengan istilah-istilah baru. Tuhan adalah yang benar. Ia tinggi dan dapat disifati hanya dengan sebutan-sebutan negatif. Ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah, tak berkualitas, tak terhubung. Ia tek berjenis, tak terbagi dan tak berkejadian, ia abadi oleh karena itu Ia Maha Esa (wahdah), selain-Nya berlipat.

B.     Konsep Manusia Menurut Filsafat
Filsafat manusia adalah bagian atau cabang dari filsafat yang mengupas apa artinya menjadi manusia. Ia mencoba mengucapkan sebaik mungkin apakah sebenarnya menjadi makhluk manusia itu?
Dalam filsafat dikatakan bahwa manusia terbentuk dari badan dan jiwa, itu tidak berarti bahwa manusia itu seakan-akan berdiri atas dua hal yang dihubungkan bersama-sama, dari dua bahan yang telah dicampur adukkan yang masing-masing dapat ditempatkan dan digambar secara terpisah.
1.     Aspek Manusia
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia itu terdiri atas dua aspek yang esensial, yakni tubuh dan jiwa melihat peran dan fungsi dari kedua aspek yang saling berhubungan maka dapat dipersoalkan mana yang lebih penting, tubuh atau jiwa? Timbullah beberapa aliran, yaitu sebagai berikut:
a.         Aliran materialisme
Aliran materialisme berpendapat bahwa yang penting adalah tubuh manusia. Salah seorang tokohnya adalah Ludwig Feuerbach (1804-1872 ) ,berpendapat bahwa dibalik manusia tidak ada makhluk lain yang misterius yang disebut jiwa, seperti tidak adanya Tuhan dibalik alam ini.Filsafat yang dikemukakan oleh Ludwig Feuerbach tersebut secara filosofi bersifat materealis , secara religious bersifat ateis dan secara sosial ekonomi bersifat sosialis komunis .
b.        Aliran Spiritualisme
Aliran spiritualisme berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah jiwa. Tokohnya adalah Plato (427-347) berpendapat bahwa jiwa lebih agung daripada badan, jiwa telah ada dialam atas sebelum masuk kedalam badan , jiwa itu terjatuh kedalam hidup duniawi , lalu terikat kepada badan dan lahirlah manusia yang fana. Dalam kerukunannya , jiwa dan badan tidak berdiri berdampingan secara setingkat , melainkan jiwa adalah sesuatu yang keaadaannya bergerak sehingga mempunyai taraf realitas yang lain jenis. Paham dari Plato yang sepiritualisme itu bersifat etis-religius.
c.         Aliran Dualisme
Aliran Dualisme berpendapat bahwa tubuh dan jiwa sama pentingnnya. Tokohnya yaitu Rene Descartes (1596-1650), yang mengatakan bahwa jiwa adalah subtansi yang berfikir sedangkan badan sebagai subtansi yang berkeluasan .Pandangan Dualisme ini dapat dibedakan atas pararelisme dan Monisme .Dalam pararelisme antara tubuh dan jiwa terdapat kesejajaran, keduanya sederajat. Adapun dalam monism antara tubuh dan jiwa telah terjadi perpaduan sehingga menunggal .Manusia disebut manusia yang sebenarnya bila tubuh dan jiwa merupakan kesatuan yang terpisahkan.
2.     Manusia itu Animal Rationale dan Animal Symbolicum
Menurut Aristoteles manusia didefinisikan animal Rationale yaitu seekor hewan yang dilengkapi dengan akal budi. Manusia merupakan animal simbolicum yaitu Dunia  manusia merupakan yang ditafsirkan manusia tidak  dilukiskan berdasarkan data-data biologis, melainkan perbuatan kebudayaannya. Manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalamnya, seperti naluri atau akal budi melainkan fungsi kehidupan yaitu pekerjaannya dan kebudayaannya.
3.  Manusia itu Mono pluralis
Notonagoro berpendapat bahwa manusia itu hakikatnya bisa dilihat dari tiga dimensi yaitu
a)         Dilihat dari susunan kodrat ,manusia itu terdiri atas jiwa dan raga.
b)        Dilihat dari sifat kodrat, manusia itu terdiri atas sifat individu dan sifat sosial.
c)         Dilihat dari kedudukan kodrat manusia adalah makhluk individu dan makhluk Tuhan.
4.  Raga dan Jiwa
Manusia di lihat dalam bagiannya yaitu raga dan jiwa. Yang di tunjukkan jiwa adalah bagian lahiriyah serta bagian jasmanian manusia, dan yang di tunjukkan jiwa adalah bagian dalam serta bagian yang bersifat kerohanian manusia.
Rene Descartes mengatakan bahwa manusia merupakan gabungan dari dua subtansi, yaitu subtansiyang dapat berfikir (jiwanya,rohani ),dan subtansi yang terhampar didalam ruang (raganya,jasmani).  Substansi itu juga pernah diakukan filsuf lain. Plato misalnya, mengatakan bahwa jiwa manusia bersifat rohani dan merupakan sesuatu yang terpenjara di dalam raga jiwa. Dengan datangnya kematian, raga manusia akan lenyap, sedangkan jiwanya akan hidup terus. Raga akan lenyap karena mempunyai sifat jasmani.