Rabu, 17 Juni 2015

Ketertarikan



 
  1. Pengertian Ketertarikan
Pengertian daya tarik sering terlalu sempit, sekali lagi, terbatas pada daya tarik fisik hanya merupakan slah satu bagian daya tarik. Namun ada baiknya bila hal ini dijadikan contoh untuk mengembangkan pemahaman tentang daya tarik.
Seseorang yang menarik wajahnya biasanya akan diberi penilaian yang baik. Orang memberi penilaian baik ini berarti mempunyai sikap yang positif. Oleh karena itu ketertarikan didefinisikan sebagai sikap positif terhadap orang lain.
Seseorang akan di sukai jika kita mempersepsi bahwa interaksi kita dengan orang itu menguntungkan. Bila ganjaran yang kita peroleh dari hubungan itu lebih besar daripada kerugiannya. Jadi kita menyenangi seseorang karena dia menarik dan lucu dan menerima kenyataan.
  1. Faktor-Faktor Ketertarikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan ada empat, yaitu: (1) karakteristik aktor; (2) faktor penerima; (3) variable-variabel interpersonal; dan (4) faktor kondisi yang ada atau yang menyertai.
1.        Karakteristik Aktor
Aktor adalah orang yang menjadi objek penilaian. Beberapa karakteristik yang biasanya menimbulkan penilian positif bagi pihak lain dijelaskan dibawah ini.
a.       Daya Tarik Fisik
Daya tarik fisik, khususnya kecantikan dan ketampanan, sering berasosiasi dengan berbagai hal positif lain. Asosiasi positif ini muncul karena munculnya kepuasaan tersendiri bila seseorang memandang wajah yang cantik atau tampan. Tidaklah mengherankan bila sebagian guru lebih lebih menyukai murid-murid yang manis, sehingga jarang memberi hukuman, bahkan sering dinilai sebagai anak yang pintar. Pada dasarnya segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah hubungan sosial, untuk mencapai sukses daya tarik fisik ini memberi kontribusi yang cukup signifikan.
b.         Kompetensi
Kompetensi seperti kecerdasan, kemampuan, skil yang tinggi, prestasi dan seterusnya merupakan kualitas tersendiri yang tidak semua orang memilikinya dalam tahap yang memuaskan. Kondisi –kondisi seperti ini cenderung untuk dikejar.
Ada sedikit perbedaan antara pria dan wanita  dalam hal menilai kompetensi dan daya tarik fisik sebagai dasar mencari pasangan. Bagi wanita, daya tarik fisik pasangan sedikit kurang penting dibanding pria, tetapi kompetisi menjadi lebih penting dalam mencari pasangan yang sederajat atau lebih tinggi dalam kompetisi dibanding dirinya.
c.            Karakteristik meyenangkan
Apabila orang yang cantik atau tampan dinilai menyenangkan, maka orang yang mengerjakan sesuatu yang menyenangkan juga memiliki daya tarik tersendiri. Orang yang lucu, ramah, santun, penolong, sabar, dan meiliki berbagai karakter menyenangkan lain terbukti memiliki lebih banyak teman atau mendapat lebih banyak simpati. Sebaliknya, orang yang kasar kurang ajar, urakan, dan berabagai sifat negatif lain.
2.        Faktor penilaian
Setiap ndividu memiliki kriteria tertentu, terutama yang bersifat subjektifm dalam memberi penilaian pada orang lain. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya, maupun yang bersifat pribadi ikut berpengaruh dalam menilai. Dari berbagai faktor dalam diri penilai, diperkirakan bahwa kondisi afektif merupakan faktor yang besar peranannya dalam menilai. Seperti diketahui secara umum bahwa suasana hati suasana hati yang baik akan ditunjukan pula dalam memberi penilaian. Sebaliknya, orang yang ada dalam kondisi kalut, marah, sedih, sakit serta kondisi kurang baik lainnya, cenderung memberi penilaian yang tidak tepat dan biasanya mengarah ke negative. Dalam kontek penilaiaan terhadap daya tarik, keadaan seperti ini juga pada umumnya berlaku, meskipun ada beberapa pengecualian.
Contoh pengecualian tersebut adalah pada beberapa orang laki-laki yang merasa bahwa perasaan sakit, tidak bergairah, marah, akan reda bila berhadapan dengan wanita cantik.
Pengalaman juga merupakan faktor  yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam memberi penilian daya tarik. Seseorang yang pernah patah hati dan trauma dengan hal itu kemungkinan besar akan memberi penilaian yang rendah. Disisi lain ada kasus-kasus dimana seseorang mudah memberi penilaian yang tinggi karena dia memang suka berganti-ganti pasangan. Sehingga muncul kecenderungan untuk memberi nilai tinggi terhadap seseorang yang baru dikenal, yang diperkirakan bisa dijadikan sebagai pasangan.
3.        Variabel-variabel Interpersonal
Ketertarikan bisa muncul diawal hubungan maupun pada saat sudah terjalin hubungan. Ketertarikan yang muncul pada awal hubungan biasanya dipengruhi oleh faktor-faktor yang lahirah sifatnya. Sedangkan ketertarikan yang terjadi ketika hubungan itu sudah terjadi pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh faktor –faktor psikologis.
Dibawah ini ada beberapa variable interpersonal yang mempengaruhi ketertarikan.
a.      Kesamaan
Kriteria lain dari kesamaan yang sering dituntut oleh seseorang adalah kesamaan nilai-nilai dan keyakinan. Dalam hal ini bukan kesamaan secara mutlak yang dicari tetapi kesamaan pada sebagian besar nilai-nilai dan keyakinannya. Kenyataan tentang hai ini terlihat pada sebagian besar agama yang menyarankan untuk mencari pasangan hidup seagama. Asumsi yang paling sering dikemukakan adalah dalam rangka menghindari konfik-konflik yang akan terjadi. Bahwa pada kenyataan nya memang terjadi perkecualian biasanya diusahakan mengatasi dengan usaha yang lebih keras.
b.      Komplemen
Ada sebagian orang yang mencari pasangan yang berbeda dengan dirinya agar saling melengkapi dalam kehidupan mereka kelak. Keinginan seperti ini akan bisa terujud untuk masalah-masalah yang tidak esensial. Dengan kata lain masih diperlukan adanya kesamaan-kesamaan untuk berbagai hal mendasar, sedangkan untuk memelihara variasi. Biasanya orang-orang yang berpandangan luas lebih bisa menerima perbedaan seperti ini, tetapi untuk mereka yang berpandangan sempit masalah ini bisa menjadi sumber perpecahan.
c.       Sama-sama suka
Orang akan meyukai atau tertarik pada yang lain bila ada hubungan timbal balik. Dengan demikian apabila tidak ada respon dari partner, maka akan sulit untuk menjalin hubungan lebih lanjut. Saling menyukai merupakan hal yang tdak bisa diabaikan dalam proses ketertarikan.
4.             Faktor Situasi
Situasi yang dimaksud dalam pembicaraan ini bisa situasi sesaat atau temporer, bisa juga situasi yang berlangsung lama. Situasi yang temporer, seperti disinggung terdahulu, berpengaruh sebab seperti pada proses psikologis umumya, psikis manusia sulit untuk bekerja sekaligus untuk berbagai aspek.
  1. Dinamika Ketertarikan
Ada tahap-tahap tertentu untuk menjadi tertarik dan menjalin hubungan interpersonal antara dua orang. Pada bagian awal dari sub-bab ini akan dibicarakan tentang proses ketertarikan sedangkan bagian selanjutnya akan dibicarakan mulai dari ketertarikan dan pada hubungan lebih lanjut.
Ada tiga konsep yang bisa menerangkan proses ketertarikan, diantaranya: konsep reward/reinforcement, kemudian pertukaran sosial (social exchange) dan akhirnya konsep tentang equity.
a.       Hadiah dan Pengukuh (Reward and Reinforcement)
Segala stimuli yang menyenangkan akan menimbulkan perasaan senang sehingga subyk yang terkena mengahrapkan terulangnya stimulasi tersebut.
b.      Pertukaran sosial
Kondisi ini bisa merupakan lanjutan dari tahap terdahulu. Ketika ada stimulasi yang menyenangkan terebut akan muncul reaksi yang kemunginan besar juga menyenangkan.
c.       Ekuitas
Apabila  tidak terjadi perturkan , maka proses ketertarikan akan terhenti atau terhambat sampai tahap reward. Selanjutnya dalam proses pertukaran itu masing-masing individu yang terlibat akan mengadakan penilaian tentang proses itu sendiri.
  1. Efek Daya Tarik
     Daya tarik yang ada pada seseorang berdampak baik terhadap kepribadiannya maupun terhadap perilaku sosialnya.
            Dalam kehidupan sehari-hari, efek daya tarik bagi pria dan bagi wanita sering tidak sama, meskipun pada keduanya daya tarik itu sendiri dipengaruhi oleh bagaimana mereka berhubungan sosial.





DAFTAR PUSTAKA

Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial, Yogyakrta: PUSTAKA, 2006.
Myers, David G., Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Sears, David O., Psikologi Sosial Jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992.

Muhammadiyah




A.           Sejarah Kelahiran dan Perkembangannya
Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada hari senin tanggal  8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan untuk bergerak dalam bidang sosial, pendidikan dan dakwah islamiyah. Muhammadiyah di dalam perjuangannya menyebarkan missi dakwahnya yang pada waktu itu masih banyak mengerjakan bid’ah, khurafat, dan lain sebagainya yang akhirnya membawa kesesatan pada ummat manusia. Muhammadiyah berusaha untuk mengikis ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran islam.[1]
KH. Ahmad Dahlan adalah seorang pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajakmereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang. Mula-mula ajaran Muhammadiyah ditolak, namun berkat ketekunandan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Sehingga dalam waktu singkat, ajakannya dapat tersebar cepat sampai keluar Kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa.
 Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air. Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada kaum adam, K.H Ahmad Dahlan juga memberi pelajaran kepada kaum Hawa dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
K.H. Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yangbesar di Indonesia. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
  1. Visi dan Missi Muhammadiyah
Visi Muhammadiyah adalah:
Tertatanya manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal usaha. Sementara itu
Misi Muhammadiyah yaitu:
a.       Tertatanya manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal usaha. Sementara itu misi Muhammadiyah yaitu:
b.      Mewujudkan landasan kerja Majelis yang mampu memberikan ruang gerak yang dinamis dan berwawasan ke depan
c.       Revitalisasi peran dan fungsi seluruh sumber daya majelis
d.      Mendorong lahirnya ulama tarjih yang terorganisasi dalam sebuah institusi yang lebih memadai
e.       Membangun model jaringan kemitraan yang mendukung terwujudnya gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif
f.       Menyelenggarakan kajian terhadap norma-norma Islam guna mendapatkan kemurniannya, dan menemukan substansinya agar didapatkan pemahaman baru sesuai dengan dinamika perkembangan zaman
g.       Menggali dan mengembangkan nilai-nilai Islam, serta menyebarluaskannya melalui berbagai sarana publika[2]
  1. Pandangan Keagamaan Muhammadiyah
a.       Muhammadiyah dalam melakukan kiprahnya di berbagai bidang kehidupan untuk kemajuan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan dilandasi oleh keyakinan dan pemahaman keagamaan bahwa Islam sebagai ajaran yang membawa misi kebenaran Ilahiah harus didakwahkan sehingga menjadi rahmatan lil-alamin di muka bumi ini.
Islam sebagai Wahyu Allah yang dibawa para Rasul hingga Rasul akhir zaman Muhammad Saw., adalah ajaran yang mengandung hidayah, penyerahan diri, rahmat, kemaslahatan, keselamatan, dan kebahagiaan hidup umat manusia di dunia dan akhirat. Keyakinan dan paham Islam yang fundamental itu diaktualisasikan oleh Muhammadiyah dalam bentuk gerakan Islam yang menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk kemaslahatan hidup seluruh umat manusia.
b.      Misi da‘wah Muhammadiyah yang mendasar itu merupakan perwujudan dari semangat awal Persyarikatan ini sejak didirikannya yang dijiwai oleh pesan Allah dalam Al-Quran Surat Ali-Imran 104 sebagaimana sudah disebutkan di atas. Kewajiban dan panggilan da‘wah yang luhur itu menjadi komitmen utama Muhammadiyah sebagai ikhtiar untuk menjadi kekuatan Khaira Ummah sekaligus dalam membangun masyarakat Islam yang ideal seperti itu sebagaimana pesan Allah dalam Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 110
" kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Dengan merujuk pada Firman Allah dalam Al-Quran Surat Ali Imran 104 dan 110, Muhammadiyah menyebarluaskan ajaran Islam yang komprehensif dan multiaspek itu melalui da‘wah untuk mengajak pada
kebaikan (Islam), al-amr bi al-ma‟ruf wa al-nahy „an al-munkar (mengajak kepada yang ma‘ruf dan mencegah dari yang munkar), sehingga umat manusia memperoleh keberuntungan lahir dan batin dalam kehidupan ini. Da‘wah yang demikian mengandung makna bahwa Islam sebagai ajaran selalu bersifat tranformasional; yakni dakwah yang membawa perubahan yang bersifat kemajuan, kebaikan, kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai keutamaan lainnya untuk kemaslahatan serta keselamatan hidup umat manusia tanpa membeda-bedakan ras, suku, golongan, agama, dan lain-lain.
c.         K.H. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dikenal sebagai pelopor gerakan tajdid (pembaruan). Tajdid yang dilakukan pendiri Muhammadiyah itu bersifat pemurnian (purifikasi) dan perubahan ke arah kemajuan (dinamisasi), yang semuanya berpijak pada pemahaman tentang Islam yang kokoh dan luas. Dengan pandangan Islam yang demikian Kyai Dahlan tidak hanya berhasil melakukan pembinaan yang kokoh dalam akidah, ibadah, dan akhlak kaum muslimin, tetapi sekaligus melakukan pembaruan dalam amaliah mu‘amalat dunyawiyah sehingga Islam menjadi agama yang menyebarkan kemajuan. Semangat tajdid Muhammadiyah tersebut didorong antara lain oleh Sabda Nabi Muhammad s.a.w., yang artinya: ”Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat manusia pada setiap kurun seratus tahun orang yang memperbarui ajaran agamanya” (Hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah). Karena itu, melalui Muhammadiyah telah diletakkan suatu pandangan keagamaan yang tetap kokoh dalam bangunan keimanan yang berlandaskan pada Al-Quran dan As-Sunnah sekaligus mengemban tajdid yang mampu membebaskan manusia dari keterbelakangan menuju kehidupan yang berkemajuan dan berkeadaban.
d.      Dalam pandangan Muhammadiyah, bahwa masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang menjadi tujuan gerakan merupakan wujud aktualisasi ajaran Islam dalam struktur kehidupan bersama manusia yang memiliki corak masyarakat yang berkemajuan baik dalam wujud  nilai sosial-budaya, sosial, dan lingkungan fisik yang dibangunnya. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang memiliki keseimbangan antara kehidupan lahiriah dan batiniah, rasionalitas dan spiritualitas, aqidah dan muamalat, individual dan sosial, duniawi dan ukhrawi, sekaligus menampilkan corak masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, kesejahteraan, kerjasama, kerjakeras, kedisiplinan, dan keunggulan dalam segala lapangan kehidupan.
Dalam menghadapi dinamika kehidupan, masyarakat Islam semacam itu selalu bersedia bekerjasama dan berlomba-lomba dalam serba kebaikan di tengah persaingan pasarbebas di segala lapangan kehidupan dalam semangat berjuang menghadapi tantangan (al-jihad li al-muwajjahat) lebih dari sekadar berjuang melawan musuh (al-jihad li al-mu‟aradhah). Masyarakat Islam yang dicita-citakan Muhammadiyah memiliki kesamaan karakter dengan masyarakat madani, yaitu masyarakat kewargaan (civil-society) yang memiliki keyakinan yang dijiwai nilai-nilai Ilahiah, demokratis, berkeadilan, otonom, berkemajuan, dan berakhlak-mulia (al-akhlaq alkarimah). Masyarakat Islam yang semacam itu berperan sebagai syuhada ala al-nas di tengah berbagai pergumulan hidup masyarakat dunia. Karena itu, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang bercorak madaniyah tersebut senantiasa menjadi masyarakat yang serba unggul atau utama (khaira ummah) dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Keunggulan kualitas tersebut ditunjukkan oleh kemampuan penguasaan atas nilai-nilai dasar dan kemajuan dalam kebudayaan dan peradaban umat manusia, yaitu nilai-nilai ruhani (spiritualitas), nilainilai pengetahuan (ilmu pengetahuan dan teknologi), nilai-nilai materi (ekonomi), nilai-nilai kekuasaan (politik), nilai-nilai keindahan (kesenian), nilai-nilai normatif berperilaku (hukum), dan nilai-nilai kemasyarakatan (budaya) yang lebih berkualitas. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya bahkan senantiasa memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan ekologis (lingkungan hidup) dan kualitas martabat hidup manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam relasi-relasi yang menjunjungtinggi kemaslahatan, keadilan, dan serba kebajikan hidup. Masyarakat Islam yang demikian juga senantiasa menjauhkan diri dari perilaku yang membawa pada kerusakan (fasad fi al-ardh), kedhaliman, dan hal-hal lain yang bersifat menghancurkan kehidupan.[3]


[1] KH Abdul Basyir, Muhammadiyah Dalam Kritik dan Komentar. (Yogyakarta, Rajawali, 1986), Hlm.291
[2] M.Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al-Ikhtilaf NU-MUHAMMADIYAH, (Wonosobo, 2002), Hlm.25-26
[3] Ibid, hlm. 26-27

Teori Sosiometrik dan Analisis Proses Interaksi

A.    Teori Sosiometrik
Sosiometris dapat diartkan sebagai pendekatan teoritis dan metodologis terhadap kelompok-kelompok yang diciptakan oleh Moreno dan dikembangkan oleh Jennings. Pada dasarnya teori ini berhubungan dengan daya tarik dan penolakan yang dirasakan oleh individu-individu terhadap satu sama lain serta implikasi perasaan-perasaan ini bagi pembentukan dan struktur kelompok.
Saat uji coba sosiometris sering kali diterapkan pada anggota-anggota kelompok untuk menentukan struktur sosiometris suatu kelompok. Uji coba pada umumnya mencakup pertanyaan-pertanyaan yang meminta anggota kelompok untuk menentukan peringkat berdasarkan efektivitas dalam tugas dan daya tarik antar pribadi.[1]
Untuk memperoleh keterangan mengenai saling hubungan antara anggota kelompok misalnya, suatu kelas disekolah. Daftar pertanyaan itu merupakan ajakan untuk menentukan sikap anggota kelompok terhadap anggota kelompok lainya yang dikenal. Ia - misalnya – diajak untuk memillih antara kawanya sekelompok kelas siapa yang menurut pendapatnya paling memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya, kawan yang paling cakap sebagai pemimpin kelompok, atau kawan yang cocok sebagai kawan sekerja, dan lain-lain tergantung pada sifat saling hubungan yang akan kita selidiki.
Pertanyaan untuk memilih kawan sekelomok yang mempunyai sifat-sifat tertentu itu dapat juga berlaku bagi pilihan lebih dari satu orang bergantung kepada tujuan penelitian itu. Misalnya, pertnyaan itu dapat berbunyi sebagai berikut ”pilihlah tiga orang kawan sekelompok yang menurut pendapat saudara adalah orang yang paling cocok sebagai rekan seerja (kawan untuk kerja sama). Yang paling cocok sebaiknya disebutkan yang paling pertama”, dan sebagainya.[2]

B.     Teori Analisis Proses Interaksi
Analisis proses interaksi Robert Bales adalah hal yang klasik dengan menggunakan penelitian bertahun-tahunnya sebagai sebuah pondasi, Bales menciptakan sebuah teori terpadu dan dikembangkan dengan baik dari komunikasi kelompok kecil yang bertujuan untuk menjelaskan jenis pesan yang manusia tukar didalam kelompok, dari yang semua membuat peran dan kepribadian anggota kelompok dan oleh karena itu cara mereka mempengaruhi semua karakter secara umum pada sebuah kelompok.
Bales menyatakan terdapat 12 jenis pesan dalam komunikasi kelompokyaitu: Tindakan Positif atau gabungan dengan (1) menjadi ramah; (2) Mendramatisasi (suka berbicara/bercerita) (3) menyetujui. Sebaliknya, mereka juga dapat menunjukkan sifat negatif atau sifat campur aduk dengan (1) penolakan; (2) memperlihatkan ketegangan (3) menjadi tidak ramah. Dalam menjadikan tugas kelompok, setiap individu dapat (1) menanyakan informasi; (2) menanyakan opini (3) meminta saran (4) memberi saran (5) memberi opini (6) memberi informasi.[3]
Menurut Bales analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori, yaitu:
1.      Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memeberikan cukup informasi, maka kelompok bersagkutan akan mengalami masalah komunikasi.
2.      Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami masalah evaluasi.
3.      Jika masing-masing anggota kelompok saling bertanya dan memberikan saran, maka kelompok akan mengalami masalah pegawasan.
4.      Jika masing-masing anggota kelompok tidak bias mencapai kesepakatan maka mereka akan mendapatkan masalah keputusan.
5.      Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan muncul masalah ketegangan.
6.      Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat masalah reintegrasi, yang berarti kelompok itu tidak mampu membangun kembali suatu perasaan kita atau kesatuan (cohesiveness) dalam kelompok bersangkutan.[4]
Teori Bales ini mencakup dua kelompok atau dua kelas perilaku komunikasi umum. Pengelomokan ini ternyata memberikan pengaruh besar dalam kepustakaan komunikasi kelompok kecil. Perilaku pertama disebut dengan “Sosioemosional” yang diwakili oleh tindakan-tindakan seperti tampak bersahabat, menunjukkan ketegangan dan draatisasi. Kategori kedua adalah perilaku pekerjaan yang diwakili oleh saran, pendapat, dan informasi.
Dalam satu kelompok bagaimana seseorang dipandang oleh anggota kelompok lainnya sangat ditentukan oleh bagaimana ia mengkombinasikan ketiga dimensi ini dalam dirinya dan dalam komunikasinya. Setiap perilaku anggota dapat ditempatkan kedalam ruang tiga dimensi ini. Posisi seseorang tergantung pada kuadran dimana orang itu muncul (misalnya, dominan, bersahabat, dan instrumental).
a)      Jika cara berbicara anda cenderung dominan, tidak bersahabat, dan emosional maka anda akan dipandang anggota lain sebagai orang yang jahat dan kasar.
b)      Jika cara berbicara anda dominan, bersahabat dan instrumental maka anda kemungkinan dihargai sebagai pemimpin pekerjaan yang suka menolong.
c)      Jika anda cenderung penurut, tidak bersahabat, dan emosional maka anda akan dipandang sebagai orang yang suka cemberut dan membawa pengaruh negative.[5]
Bila tipe atau jenis perilaku semua anggota kelompok dapat di kategorikan seperti ini, maka hubungan dan jaringan yang terbentuk dapat terlihat. Semakin besar suatu kelompok, maka semakin besar kecenderungan terbentuknya kelompok-kelompok yang lebih keil dengan anggota yang memiliki nilai-nilai yang sama.
 

                               I.            KESIMPULAN
Sosiometris dapat diartkan sebagai pendekatan teoritis dan metodologis terhadap kelompok-kelompok yang diciptakan oleh Moreno dan dikembangkan oleh Jennings. Pada dasarnya teori ini berhubungan dengan daya tarik dan penolakan yang dirasakan oleh individu-individu terhadap satu sama lain serta implikasi perasaan-perasaan ini bagi pembentukan dan struktur kelompok.
Analisis proses interaksi Robert Bales adalah hal yang klasik dengan menggunakan penelitian bertahun-tahunnya sebagai sebuah pondasi, Bales menciptakan sebuah teori terpadu dan dikembangkan dengan baik dari komunikasi kelompok kecil yang bertujuan untuk menjelaskan jenis pesan yang manusia tukar didalam kelompok, dari yang semua membuat peran dan kepribadian anggota kelompok dan oleh karena itu cara mereka mempengaruhi semua karakter secara umum pada sebuah kelompok.

                            II.            PENUTUP
Demikian pemaparan makalah yang dapat kami sampaikan, kami mengerti bahwa penyajian kami masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan sebagai acuan untuk kemajuan kami dalam penggarapan atau sajian makalah-makalah kami berikutnya. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bermanfaat. Lebih kurangnya kami mohon maaf.



DAFTAR PUSTAKA
Goldberg ,Alvind A, Komunikasi Kelompok: Proses-proses Diskusi dan Penerapanya, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985
Gerungan W.A, Psikologi Sosial,Bandung: Refika Aditama, 2004
Little Jhon,Stephen W,Teori Komunikasi,Jakarta: Salemba Humanika, 2014
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa,Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013




[1]Alvind A. Goldberg, Komunikasi Kelompok: Proses-proses Diskusi dan Penerapanya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985)hlm.55
[2] Dr.W.A.Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2004)hlm.51
[3]Stephen W. Little Jhon,TeoriKomunikasi,     (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), Hlm.326
[4]Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), Hlm.336
[5]Ibid, Hlm.338-339.