Sabtu, 15 Oktober 2016

Relevansi Filsafat bagi Konseling dan Psikoterapi



                        Di masa lalu, koseling dan psikoterapi bersama dengan sebagian besar cabang psikologi, ilmu pengetahuan sosial dan pengobatan, mempertahankan sejenis hubungan jarak jauh dengan filsafat. Walaupun tulisan para filosof bisa jadi berguna dalam hal menjelaskan kerumitan intelektual teori, namun bagi sebagian besar terapis dominan filosofis hanya memiliki sedikit relevansi praktis terhadap kerja actual dengan klien. Tetapi, posisi ini mulai berubah pada beberapa tahun belakangan ini. Terdapat peningkatan jumlah konselor yang menyadari bahwa sebenarnya isu dan dilema personal yang dibawa klien ke dalam ruang konseling dapat ditangani dengan ide dan metode filosofis. Pendekatan baru dari konseling filosofis telah terbentuk, dengan buku teks, jurnal, program pelatihan atau pendidikan dan asosiasi profesionalnya sendiri.
                        Pertumbuhan konseling filosofi, dapat ditemukan dalam kesadaran pengaplikasian filsafat di masa lalu terhadap permasalahan sehari-sehari, dan digunakan secara luas dalam bentuk “terapi”. Merujuk kepada pendapat ini, baru pada abad ke-19  dan 20, filsafat menjadi sangat teknis dan “akademis”, serta jauh dari jangkauan orang kebanyakan. Sebaliknya, pada masa Yunani kuno, para filosof digunakan secara aktif oleh para anggota komunis mereka untuk membantu memecahkan isu dan konflik kehidupan yang sulit. Karena itu, pertumbuhan konseling filosofis dapat diartikan sebagai dihidupkannya kembali nilai dan praktik kuno.
                        Penjelasan alternatif mengenai ketertarikan filosofis dikalangan konselor dan psikoterapi, dapat ditemukan dalam perkembangan terbaru dalam dunia terapi itu sendiri. Karenanya, ketika teori semakin beragam dan integrasionisme makin menguat, tampaknya dorongan untuk merenungkan perdebatan filosofis tentang sifat alamiah dari terapi juga makin menguat. Factor ketiga yang telah mempengaruhi gerakan konseling filosofis adalah popularitas pendekatan konseling dan psikoterapi eksistensial. Terapi eksistensial tidak akan menemukan tempatnya di daftar aliran besar terapi seperti psikodinamik dan kognitif-behavioral, karena jumlah praktisi spesialis yang dilatih dalam terapi eksistensial, sangatlah sedikit. Jadi, walaupun sebagian besar terapis eksistensialis ingin menjauhkan diri mereka dari apa yang kemudian disebut konseling filosofis (yang mereka anggap terlalu ekletik), tetapi karya mereka memberikan efek untuk memungkinkan banyak konselor yang menghargai nilai pendekatan terapi yang filosofis.


1.      Relevansi Filsafat bagi Konseling dan Psikoterapi
                        Di masa lalu, koseling dan psikoterapi bersama dengan sebagian besar cabang psikologi, ilmu pengetahuan sosial dan pengobatan, mempertahankan sejenis hubungan jarak jauh dengan filsafat. Walaupun tulisan para filosof bisa jadi berguna dalam hal menjelaskan kerumitan intelektual teori, namun bagi sebagian besar terapis dominan filosofis hanya memiliki sedikit relevansi praktis terhadap kerja actual dengan klien. Tetapi, posisi ini mulai berubah pada beberapa tahun belakangan ini. Terdapat peningkatan jumlah konselor yang menyadari bahwa sebenarnya isu dan dilema personal yang dibawa klien ke dalam ruang konseling dapat ditangani dengan ide dan metode filosofis. Pendekatan baru dari konseling filosofis telah terbentuk, dengan buku teks, jurnal, program pelatihan atau pendidikan dan asosiasi profesionalnya sendiri.
                        Pertumbuhan konseling filosofi, dapat ditemukan dalam kesadaran pengaplikasian filsafat di masa lalu terhadap permasalahan sehari-sehari, dan digunakan secara luas dalam bentuk “terapi”. Merujuk kepada pendapat ini, baru pada abad ke-19  dan 20, filsafat menjadi sangat teknis dan “akademis”, serta jauh dari jangkauan orang kebanyakan. Sebaliknya, pada masa Yunani kuno, para filosof digunakan secara aktif oleh para anggota komunis mereka untuk membantu memecahkan isu dan konflik kehidupan yang sulit. Karena itu, pertumbuhan konseling filosofis dapat diartikan sebagai dihidupkannya kembali nilai dan praktik kuno.
                        Penjelasan alternatif mengenai ketertarikan filosofis dikalangan konselor dan psikoterapi, dapat ditemukan dalam perkembangan terbaru dalam dunia terapi itu sendiri. Karenanya, ketika teori semakin beragam dan integrasionisme makin menguat, tampaknya dorongan untuk merenungkan perdebatan filosofis tentang sifat alamiah dari terapi juga makin menguat. Factor ketiga yang telah mempengaruhi gerakan konseling filosofis adalah popularitas pendekatan konseling dan psikoterapi eksistensial. Terapi eksistensial tidak akan menemukan tempatnya di daftar aliran besar terapi seperti psikodinamik dan kognitif-behavioral, karena jumlah praktisi spesialis yang dilatih dalam terapi eksistensial, sangatlah sedikit. Jadi, walaupun sebagian besar terapis eksistensialis ingin menjauhkan diri mereka dari apa yang kemudian disebut konseling filosofis (yang mereka anggap terlalu ekletik), tetapi karya mereka memberikan efek untuk memungkinkan banyak konselor yang menghargai nilai pendekatan terapi yang filosofis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar