Sejarah Pemikiran dan Gerakan Gender
A. Sejarah
Pemikiran Gender
Benih-benih gerakan kesetaraan
gender (feminisme) mulai muncul pada abad ke-19. Gerakan yang terhimpun dalam
wadah Women Liberation (Gerakan Pembebasan Wanita) ini berpusat di
Amerika. Arah perjuangan Women’s Liberation adalah untuk mendapatkan
persamaan hak antara kaum wanita dan kaum pria. Dalam perjuangannya, gerakan
ini sering turun ke jalan untuk menggelar demonstrasi maupun pemboikatan.
Memasuki awal abad ke-20, gerakan
Women’s Liberation mulai memfokuskan aktifitasnya pada perjuangan untuk
mendapatkan hak pilih. Pada waktu itu, suara kaum wanita disejajarkan dengan
anak-anak sehingga mereka tidak memiliki hak pilih. Pada tahun 1948, sejumlah
wanita menggelar unjuk rasa di Seneca Fall, New York untuk menuntut hak-hak
mereka sebagai warga negara.
Selanjutnya, gerakan kaum feminis ini
sempat tenggelam dan kemudian aktif kembali pada 1960. Gerakan yang muncul pada
tahun ini lebih menggugat peran kaum perempuan di sektor domestik yang dinilai
tidak lagi produktif.
Gerakan kaum feminis pada periode
ini terinspirasi dari buku berjudul the Feminine Mystiquue (1963) karya
Betty Freidan. Dalam bukunya, Freidan mengungkapkan bahwa peran wanita di
sektor domestik, yakni sebagai ibu rumah telah menjadikan penyebab utama tidak
berkembangnya kepribadian wanita. Pemikiran ini akhrnya memunculkan perspektif
negatif terhadap institusi pernikahan. Sebab, konsekuensi pernikahan adalah
memiliki anak dan kehadiran anak dianggap sebagai beban.[1]
Perjuangan untuk Keadilan Gender
Sejarah telah mengukir Kota Beijing
sebagai tempat penting bagi perempuan sedunia. Perempuan dari beerbagai lapisan
telah bersepakat di ibukota Republik Rakyat Cina itu pada september 1995, untuk
berjuang mecapai persamaan hak, gender equality
Sebelumnya di Huarou, sebuah kota
pariwisata 60km di selatan Beijing, pada waktu menjelang Konferensi Beijing,
telah diadakan “NGO Forum on Women” (Forum LSM untuk perempuan) yang diketahui
oleh kunying supatra masdit dari Thailand. Tempat itu disiapkan untuk berkumpul
menyusun agenda perjuangann, membuat jaringan kerja, dan mempengaruhi keputusan
politik yang akan dibuat oleh Konferensi tingkat PBB. Kurang lebihmya 30.000
orang dari seluruh dunia mengadakan pertemuan dan kegiatan dengan dipandu visi
yang cukup panjang: “Mengajak perempuan dan laki-laki bersama-sama menghadapi,
menciptakan, dan mengubah struktur dunia, serta memprosesnya pada semua
tingkatan melalui pemberdayaan dan penghargaan pada perempuan; dan berjanji
untuk setia dalam mewujudkan persamaan hak (equality), perdamaian
(peace), keadilan (justice), secara bersama dan melalui peran serta penuh dari
perempuan dan laki-laki.
Konferensi Mexiko (1975)
menghasilkan deklarasi: “Persamaan hak bagi perempuan dalam pengambilan
keputusan di bidang politik.” Sejak tahun itu, persoalan gender dimaukkan dalam
agenda. Sejak itu pula, makin disadari negara-negaraanggota PBB bahwa
kenyataanya Lembaga Swadaya Manusia (LSM,NGO) mempunyai peran serta besar dalam
mewujudkan keputusan politik dari PBB.
Konferensi Perempuan Sedunia ke II,
yang diselenggarakan di copenhagen 1980, melanjutkan kesepakatan Mexiko untuk
membuat Plan of Action. Keputusan yang penting dari
konferensi ini adalah kesepakatan bersama untuk menghapuskan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan, atau yang dikenal dengan CEDAW (Convention on
the elimination All of Forms of Discrimination Againts Women).
Pada tahun 1985, Konferensi
Perempuan Sedunia ke III, lebih mengkonkretkan perjuangan meningkatkan
persamaan hak perempuan. Konferensi yang diselenggarakan di Nairobi, kenya itu,
memutuskan tentang Forward-Againts Women. Dan sejak itu Kommisi Status
Perempuan di PBB berusaha mengkonkretkan strategi kemajuan untuk menghadapi
tahun2000.
Dalam menyongsong Konferensi
Perempuan Sedunia ke IV, PBB mengadakan konferensi tingkat dunia yang erat kaitannya
dengan persoalan perempuan. Pada tahun 1992, di Rio de Janeiro, diselenggarakan
konferensi dunnia tentang lingkungan dan pembangunan. Strategi yang diambil
perempuan disini adalah parsipasi aktif dalam pengambilan keputusan untuk
pembangunan.
Konferensi Dunia tentang Hak Asasi
Manusia yang yang diselenggarakan di Wina 1993, juga diwarnai partisipasi
perempuan melalui kesepakatan tentang pengakuan persamaan status dan hak asasi
perrempuan.
Pada tahun 1994, Konferensi
Internasional tentang Kependudukan dan pembangunan yang diselenggarakan di
Kairo, konverensi ini adalah yang sangat penting bagi perempuan dunia, karena
persoalan penduduk berkaitan erat dengan fungsi reproduksi perempuan.
Disinilah Konferensi Perempuan
Sedunia ke IV, yang berlangsung di Beijing menjadi penting, karena dari
berbagai pertemuan dunia dan berbagai agenda yang telah disosialisasikan ke
seluruh dunia, isu tentang perempuan justru tidak berkurang, sementara tingkat
peran dan posisi perempuan mengalami perkembangan kualitatif dan kuantitatif
yang penting.[2]
B. Gerakan
Gender Feminisme
Feminisme berasal dari kata latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuan .
Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan di
bandingkan laki-laki di masyarakat. Akibatnya, timbul berbagai upaya untuk
mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi daan menentukan
formula penyetoran hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai
dengan potensi mereka sebagai manusia ( human being).[3]
Feminisme berasal dari bahasa latin
“femina”yang artinya memiliki sifat perempuan. Gerakan ini menuntut hak
sepenuhnya kaum perempuan atas ketimpangan posisi di banding laki-laki, dan
lambat laun hal itu sering di sebut dengan gerakan feminisme, yang sebenarnya
sudah merupakan bentuk aktualisasi upaya pembebasan diri kaum perempuan dari
ketimpanganperlakuan dalam segala aspek kehidupan.
Feminisme sebagai gerakan yang
berangkat dari asumsi bahwa perempuan ditindas dan di exploitasi, serta usaha
untuk mengakhirinya. Hakikat perjungan
feminis adalah demi kesamaan, martabat dam kebebasan mengontrol raga dan
kehidupan baik di dalam maupun diluar rumah. Gerakan feminis merupakan
perjuangan dalam rangka mentransfomasikan sitem dan struktur yang tidak adil
menuju sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Jadi gerakan fenimisme
hakikatnya tidak hanya memperjuangkan wanita saja.
Tipe Gerakan Feminisme
1. Feminisme
Liberal
Aliran ini menyatakan bahwa
kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia
privat dan publik. Pandangan ini menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan
secara penuh dan individual. Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai
“Feminisme Kekuatan” yang merupakan solusi. Kini perempuan sudah memiliki
kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus turut
menuntut kesamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa
bergantung lelaki.
2. Feminisme
Radikal
Pada sejarahnya, aliran ini muncul
sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasarkan jenis kelamin
di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan pornografi. Aliran ini bergerak merevolusi
dan melakukan perlawanan atas penindasan perempuan bisa dalam bentuk yang
sangat personal : urusan individual perempuan. Golongan ini mengambil bentuk
mode perjuangan idiologi maskulinitas, yakni persaingan untuk mengatasi kaum
laki-laki.[4]
3. Feminisme
Marxis
Aliran ini memandang masalah
perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya bersumber dari
ekploitasi kelas dan cara produksi. Kegiatan produksi yang semula bertujuan
memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran. Laki-laki
mengontrol produksi untuk pertukaran dan konsekuensinya mereka mendominasi
hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari properti.
Bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam
hubungan produksi.
4. Feminisme
Sosialis
Paham yang berpendapat “Tak ada
sosialisme tanpa kebebasan perempuan. Tak ada pembebasan perempuan tanpa
sosialisme”. Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem kepemilikan.
Bagi aliran ini penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahkan revolusi
sosialis ternyata tidak serta merta menaikan posisi perempuan.
I.
KESIMPULAN
Gender (feminisme) mulai muncul
pada abad ke-19. Gerakan yang terhimpun dalam wadah Women Liberation (Gerakan
Pembebasan Wanita) ini berpusat di Amerika. Arah perjuangan Women’s
Liberation adalah untuk mendapatkan persamaan hak antara kaum wanita dan
kaum pria. Dalam perjuangannya, gerakan ini sering turun ke jalan untuk
menggelar demonstrasi maupun pemboikatan.
Feminisme berasal dari kata latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuan .
Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan di
bandingkan laki-laki di masyarakat. Akibatnya, timbul berbagai upaya untuk
mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi daan menentukan
formula penyetoran hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang , sesuai
dengan potensi mereka sebagai manusia ( human being).
Gerakan
feminisme ini terbagi menjadi beberapa aliran, aliran tersebut adalah :
feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosialis.
Gerakan ini ada untuk memperjuangkan kesetaraan gender yang ada.
[1] Lely Noormondhawati, Islam Memuliakanmu, Saudariku, (Jakarta:
PT Elek Media Komputindo, 2013), hlm. 28-29.
[2]Nunuk P. Murniati, Getar Gender, (Magelang : Indonesia Tera,
2004), hlm. 6-8
[3] Aida fitalaya, Membincangkan Feminisme, (Bandung : Pustaka
Hidayah, 1997), hlm. 19
[4] Mansour Fakih, Analisis Gender & Tranformasi Sosial, (Yogjakarta
: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 86