Selasa, 31 Maret 2015

Sejarah Pemikiran dan Gerakan Gender

Sejarah Pemikiran dan Gerakan Gender

A.    Sejarah Pemikiran Gender
Benih-benih gerakan kesetaraan gender (feminisme) mulai muncul pada abad ke-19. Gerakan yang terhimpun dalam wadah Women Liberation (Gerakan Pembebasan Wanita) ini berpusat di Amerika. Arah perjuangan Women’s Liberation adalah untuk mendapatkan persamaan hak antara kaum wanita dan kaum pria. Dalam perjuangannya, gerakan ini sering turun ke jalan untuk menggelar demonstrasi maupun pemboikatan.
Memasuki awal abad ke-20, gerakan Women’s Liberation mulai memfokuskan aktifitasnya pada perjuangan untuk mendapatkan hak pilih. Pada waktu itu, suara kaum wanita disejajarkan dengan anak-anak sehingga mereka tidak memiliki hak pilih. Pada tahun 1948, sejumlah wanita menggelar unjuk rasa di Seneca Fall, New York untuk menuntut hak-hak mereka sebagai warga negara.
Selanjutnya, gerakan kaum feminis ini sempat tenggelam dan kemudian aktif kembali pada 1960. Gerakan yang muncul pada tahun ini lebih menggugat peran kaum perempuan di sektor domestik yang dinilai tidak lagi produktif.
Gerakan kaum feminis pada periode ini terinspirasi dari buku berjudul the Feminine Mystiquue (1963) karya Betty Freidan. Dalam bukunya, Freidan mengungkapkan bahwa peran wanita di sektor domestik, yakni sebagai ibu rumah telah menjadikan penyebab utama tidak berkembangnya kepribadian wanita. Pemikiran ini akhrnya memunculkan perspektif negatif terhadap institusi pernikahan. Sebab, konsekuensi pernikahan adalah memiliki anak dan kehadiran anak dianggap sebagai beban.[1]
Perjuangan untuk Keadilan Gender
Sejarah telah mengukir Kota Beijing sebagai tempat penting bagi perempuan sedunia. Perempuan dari beerbagai lapisan telah bersepakat di ibukota Republik Rakyat Cina itu pada september 1995, untuk berjuang mecapai persamaan hak, gender equality
Sebelumnya di Huarou, sebuah kota pariwisata 60km di selatan Beijing, pada waktu menjelang Konferensi Beijing, telah diadakan “NGO Forum on Women” (Forum LSM untuk perempuan) yang diketahui oleh kunying supatra masdit dari Thailand. Tempat itu disiapkan untuk berkumpul menyusun agenda perjuangann, membuat jaringan kerja, dan mempengaruhi keputusan politik yang akan dibuat oleh Konferensi tingkat PBB. Kurang lebihmya 30.000 orang dari seluruh dunia mengadakan pertemuan dan kegiatan dengan dipandu visi yang cukup panjang: “Mengajak perempuan dan laki-laki bersama-sama menghadapi, menciptakan, dan mengubah struktur dunia, serta memprosesnya pada semua tingkatan melalui pemberdayaan dan penghargaan pada perempuan; dan berjanji untuk setia dalam mewujudkan persamaan hak (equality), perdamaian (peace), keadilan (justice), secara bersama dan melalui peran serta penuh dari perempuan dan laki-laki.
Konferensi Mexiko (1975) menghasilkan deklarasi: “Persamaan hak bagi perempuan dalam pengambilan keputusan di bidang politik.” Sejak tahun itu, persoalan gender dimaukkan dalam agenda. Sejak itu pula, makin disadari negara-negaraanggota PBB bahwa kenyataanya Lembaga Swadaya Manusia (LSM,NGO) mempunyai peran serta besar dalam mewujudkan keputusan politik dari PBB.
Konferensi Perempuan Sedunia ke II, yang diselenggarakan di copenhagen 1980, melanjutkan kesepakatan Mexiko untuk membuat Plan of Action. Keputusan yang penting dari konferensi ini adalah kesepakatan bersama untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, atau yang dikenal dengan CEDAW (Convention on the elimination All of Forms of Discrimination Againts Women).
Pada tahun 1985, Konferensi Perempuan Sedunia ke III, lebih mengkonkretkan perjuangan meningkatkan persamaan hak perempuan. Konferensi yang diselenggarakan di Nairobi, kenya itu, memutuskan tentang Forward-Againts Women. Dan sejak itu Kommisi Status Perempuan di PBB berusaha mengkonkretkan strategi kemajuan untuk menghadapi tahun2000.
Dalam menyongsong Konferensi Perempuan Sedunia ke IV, PBB mengadakan konferensi tingkat dunia yang erat kaitannya dengan persoalan perempuan. Pada tahun 1992, di Rio de Janeiro, diselenggarakan konferensi dunnia tentang lingkungan dan pembangunan. Strategi yang diambil perempuan disini adalah parsipasi aktif dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan.
Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia yang yang diselenggarakan di Wina 1993, juga diwarnai partisipasi perempuan melalui kesepakatan tentang pengakuan persamaan status dan hak asasi perrempuan.
Pada tahun 1994, Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan pembangunan yang diselenggarakan di Kairo, konverensi ini adalah yang sangat penting bagi perempuan dunia, karena persoalan penduduk berkaitan erat dengan fungsi reproduksi perempuan.
Disinilah Konferensi Perempuan Sedunia ke IV, yang berlangsung di Beijing menjadi penting, karena dari berbagai pertemuan dunia dan berbagai agenda yang telah disosialisasikan ke seluruh dunia, isu tentang perempuan justru tidak berkurang, sementara tingkat peran dan posisi perempuan mengalami perkembangan kualitatif dan kuantitatif yang penting.[2]

B.     Gerakan Gender Feminisme
Feminisme berasal dari kata latin femina  yang berarti memiliki sifat keperempuan . Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan di bandingkan laki-laki di masyarakat. Akibatnya, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi daan menentukan formula penyetoran hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia ( human being).[3]
Feminisme berasal dari bahasa latin “femina”yang artinya memiliki sifat perempuan. Gerakan ini menuntut hak sepenuhnya kaum perempuan atas ketimpangan posisi di banding laki-laki, dan lambat laun hal itu sering di sebut dengan gerakan feminisme, yang sebenarnya sudah merupakan bentuk aktualisasi upaya pembebasan diri kaum perempuan dari ketimpanganperlakuan dalam segala aspek kehidupan.
Feminisme sebagai gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa perempuan ditindas dan di exploitasi, serta usaha untuk  mengakhirinya. Hakikat perjungan feminis adalah demi kesamaan, martabat dam kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun diluar rumah. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransfomasikan sitem dan struktur yang tidak adil menuju sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Jadi gerakan fenimisme hakikatnya tidak hanya memperjuangkan wanita saja.
Tipe Gerakan Feminisme
1.      Feminisme Liberal
Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Pandangan ini menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai “Feminisme Kekuatan” yang merupakan solusi. Kini perempuan sudah memiliki kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus turut menuntut kesamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa bergantung lelaki.
2.      Feminisme Radikal
Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan  pornografi. Aliran ini bergerak merevolusi dan melakukan perlawanan atas penindasan perempuan bisa dalam bentuk yang sangat personal : urusan individual perempuan. Golongan ini mengambil bentuk mode perjuangan idiologi maskulinitas, yakni persaingan untuk mengatasi kaum laki-laki.[4]
3.      Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya bersumber dari ekploitasi kelas dan cara produksi. Kegiatan produksi yang semula bertujuan memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran. Laki-laki mengontrol produksi untuk pertukaran dan konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari properti. Bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi.
4.      Feminisme Sosialis
Paham yang berpendapat “Tak ada sosialisme tanpa kebebasan perempuan. Tak ada pembebasan perempuan tanpa sosialisme”. Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem kepemilikan. Bagi aliran ini penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikan posisi perempuan.


I.                   KESIMPULAN
Gender (feminisme) mulai muncul pada abad ke-19. Gerakan yang terhimpun dalam wadah Women Liberation (Gerakan Pembebasan Wanita) ini berpusat di Amerika. Arah perjuangan Women’s Liberation adalah untuk mendapatkan persamaan hak antara kaum wanita dan kaum pria. Dalam perjuangannya, gerakan ini sering turun ke jalan untuk menggelar demonstrasi maupun pemboikatan.
Feminisme berasal dari kata latin femina  yang berarti memiliki sifat keperempuan . Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan di bandingkan laki-laki di masyarakat. Akibatnya, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi daan menentukan formula penyetoran hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang , sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia ( human being).
Gerakan feminisme ini terbagi menjadi beberapa aliran, aliran tersebut adalah : feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosialis. Gerakan ini ada untuk memperjuangkan kesetaraan gender yang ada.


[1] Lely Noormondhawati, Islam Memuliakanmu, Saudariku, (Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2013), hlm. 28-29.
[2]Nunuk P. Murniati, Getar Gender, (Magelang : Indonesia Tera, 2004), hlm. 6-8
[3] Aida fitalaya, Membincangkan Feminisme, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1997), hlm. 19
[4] Mansour Fakih, Analisis Gender & Tranformasi Sosial, (Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 86

Jumat, 06 Maret 2015

Lautku




 Lautku Sayang, Lautku Malang

Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Wilayah laut yang sangat luas menjadi salah satu pendukung dalam sektor pembangunan di Negeri ini. Akan tetapi, kekayaan laut kita sering tidak kita manfaatkan secara maksimal. Malah, kita sering kecolongan. Banyak kapal-kapal yang berlalu-lalang dengan santai dan merasa tidak bersalah. Padahal selain memasuki wilayah tanpa ijin, mereka juga telah mencuri ikan-ikan dari bumi pertiwi ini.
            Lautku sayang lautku malang, begitulah ungkapan yang muncul atas keprihatinan yang melanda negeri ini. Pencemaran semakin meningkat dan terumbu karang semakin memperihatinkan. Lalu, bagaimana dengan nasib ikan di laut? Ikan-ikan kehilangan tempat tinggal dan sarang untuk bertelur. Maka, janganlah heran jika populasi ikan di laut kian berkurang. Andai saja laut kita jaga dan lestarikan. laut tidak hanya berfungsi sebagai komoditas saja, akan tetapi juga berfungsi sebagai objek wisata, dan yang paling penting adalah pencemaran lingkungan juga semakin berkurang.
            Banyak cara yang dapat di lakuakan guna melestarikan maritim di Nusantara ini, termasuk upaya Pemerintah untuk melestarikan laut bersama masyarakat. yaitu dengan menanam bakau di areal sekitar pantai, melarang pengambilan batu karang di dasar laut, melarang pemakaian bom dan pukat harimau untuk mencari ikan, dan melarang pembuangan limbah ataupun sampah di laut. Akan tetapi, tampaknya usaha pemerintah belum mencapai titik yang memuaskan. Masih butuh proses untuk hasil yang memuaskan.
Kesadaran masyarakat sejauh masih kurang peka terhadap lingkungannya. Buktinya, tidak sedikit dari kita yang membuang sampah sembarangan, bahkan membuang sampah dan limbah di sungai ataupun laut sudah menjadi hal yang wajar. Padahal bukti kerusakan alam ini sudah sangatlah jelas. Maka dari itu, sosialisasi terhadap kesadaran untuk merawat dan meruwat lingkungan kita adalah hal wajib bagi setiap manusia. Minimal kita mulai dari diri sendiri.