Senin, 25 April 2016

Penyimpangan Sosial





Penyimpangan (daviance) adalah perilaku yang melanggar standar perilaku atau harapan dari sebuah kelompok atau masyarakat (wickman:1991:85). Penyimpangan melibatkan pelanggaran norma kelompok yang mungkin atau tidak mungkn diformalkan menjadi hukum. Ini adalah konsep komprehensif yang tidak hanya yang tidak mencangkup perilaku kriminal, tetapi juga banyak tindakan yang tidak tunduk pada hukuman.
Penyimpangan dari norma tidak selalu negatif, apalagi kriminal. Seorang anggota sebuah klub sosial ekslusif yang berbicara keras tentang kebijakan tradisonal  yang tidak mengakui perempuan , kulit hitam, dan yahudi adalah menyimpang dari norma – norma klub. Seperti polisi yang meniup peluit pada korupsi atau kebrutalan dalam departemen.
1.    Penyimpangan dan Stigma Sosial
Istilah stigma untuk menggambarkan label digunakan masyarakat untuk merendahka  anggota kelompok sosial tertentu (goffman 1963). Di semua kelompok orang misalnya, “orang pendek” atau gadis berambut merah.
2.    Penyimpangan dan dan Teknologi
Beberapa penggunaan menyimpang dari teknologi adalah kriminal meskipun tidak semua partisipan melihat seperti itu. Contoh : pembajak peranti lunak, gambar gerak  dan musik telah menjadi bisnis besar.
A.       Perspektif Sosiologis tentang Penyimpangan
1.        Perspektif Fungsionalis
Menurut fungsionalis, penyimpangan merupakan bagian umum dari keberadaan manusia dengan konsekuensi positif dan negatif bagi stabilitas sosial. Penyimpangan  membantu untuk menentukan  batas – batas perilaku yang tepat. Contoh : pengemudi  yang menerima tilang akibat mengebut, kasir toko yang dipecat karena berteriak kepada pelanggan dan mahasiswa yang dihukum karena terlambat menyerahkan tugas mingguan. [1]

2.        Perspektif Interaksionis
Perspektif fungsionalis pada penimpangan menjelaskan penyebab pelanggaran aturan terus terjadi meskipun ada tekanan untuk menyesuaikan dan mematuhi. Namun, fungsionalis tdak mengindikasikan bagaimana orang datang untuk melakukan tindakan menyimpang  atau mengapa pada beberapa kesempatan kejahatan dilakukan atau tidak terjadi. Penekanan pada perilaku sehari – hari yang merupakan fokus dari perspektif  interaksionis menawarkan dua penjelasan kejahatan – budaya transmisi dan teori kegiatan rutin.
3.        Teori pelabelan
Teori pelabelan juga disebut pendekatan reaksi sosial yang mengingatkan bahwa kita bahwa itu adalah respon atau suatu tindakan, bukan perilaku itu senderi, yang menentukan penyimpangan. Contoh : penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa guru dan terapis di sekolah memperluas program pendidikan  yang dirancang untuk siswa cacatt belajar agar memasukkan mereka pada masalah berperilaku. Akibatnya , “pengacau” dapat di cap sebagai cacat belajar dan sebaliknya.
i.          Pelabelan dan Agen Pengendalian Sosial
secara tradisional, penelitian tentang penyimpangan telah memfokuskan pada orang – orang yang melaggar norma sosial. Sebaliknya, teori pelabelan berfokus pada polisi, petugas masa percobaan, psikiater, hakim, guru, pengusaha, pejabat sekolah dan pengantur lain dalam kontrol sosial.
ii.        Pelabelan dan Penyimpangan Seksual
Definisi perilaku seksual menyimpang bervariasi siknifikasi baik dari waktu ke waktu maupun dari budaya ke budaya. Sampai 1973, American Psychiatric Association mengganggap homoseksual sebagai “gangguan kepribadian sosiopat” yang pada dasarnya berarti homoseksual harus mencari terapis. [2]
4.    Teori konflik
Teori konflik menunjukkan bahwa orang dengan kuasa melindungi kepentingan mereka sendiri dan menentukan  penyimpangan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sosiolog Richard Quinney (1974, 1979, 1980) adalah tokoh penting yang memandang sistem peradilan pidana melayani kepentingan yang berkuasa. Kejahatan, menurut Quinney (1970), adalah definisi perilaku yang di buat oleh agen resmi kontrol sosial – seperti legislator dan aparat penegak hukum – dalam masyarakat yang diatur secara politik.
5.             Perspektif feminis
Ketika masuk ke ranah kejahatan dan penyimpangan pada umumnya, masyarakat cenderung memperlakukan perempuan dalam sebuah stereotip (penilaian terhadap seseorang  hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang trsebut dapat di kategorikan). Sebagai contoh, mempertimbangkan bagaimana wanita yang memiliki banyak pasangan seksual dan lebih mungkin dilihat ebagai hinaan darp pada pria yang melakukannya.


[1] Richard  Schaefer T. Sosiologi. Jakarta : Penerbit  Salemba Humanika. 2012. Hlm. 194 - 197
[2] Ibid. hlm. 201- 202

Tidak ada komentar:

Posting Komentar