A.
Pengertian
korupsi
Korupsi merupakan
derivasi suap atau money politics. Money politics merupakan distribusi uang
kepada pihak tertentu yang ditujukan untuk mempengaruhi obyektivitas sikap dan keputusan
suatu pihak.
Menurut kamus hukum
Belanda-Indonesia, korupsi berasal dari kata corrupt yang berarti seleweng (illicit activities).Sementara
berdasarkan Webster’s New American Dictionary, korupsi berasal dari kata corruption,
artinya kecurangan atau penyimpangan. Kata sifat corrupt sendiri berarti
buruk,rusak,atau menyuap.
Berbeda halnya dengan
perspektif lain versi Hanna E. Kassis, dalam bukunya bertajuk The Concordance
of the Quran (1983), ia secara spekulatif menafsirkan beberapa term dalam
al-Quran sebagai kategori korupsi, yakni kata bur, dakhal, dassa, afsada, fasada, khaba’ith, khubuta dan lainya.
Secara garis besar,arti semua kata itu memang berkaitan dengan rusak, kerusakan
dan merusak. Misalnya dalam dalam surat al-Baqarah:205 dikatan bahwa “ Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia
berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan
(korupsi)”. Oleh Hanna Kassis kata “rusak” ini kemudian di-qiyas-kan ke dalam
terminologi korupsi yang juga memiliki sifat “merusak”. Dalam Al-Quran sendiri
terdapat perintah larangan untuk tidak berbuat kerusakan dan mengganggu
keseimbangan sosial maupun alam.
Ada
enam istilah yang terkait dengan pemahaman tentang praktik korupsi berdasarkan verifikasi Syed Hussen
Alatas yaitu.
1. Korupsi transaktif adalah korupsi yang dilatarbelakangi
oleh adanya kesepakatan (agrrement) di antara seorang donor dan resipien untuk
berkolaborasi mencari keuntungan bagi keduah
belah pihak.
2.
Korupsi ekstortif adalah korupsi yang
melibatkan intervensi dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang
terlibat atau orang-orang yang dekat dengan koruptor.
3.
Korupsi investif adalah korupsi yang
bermula dengan tawaran atau iming-iming yang merupakan “investasi” untuk
mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang.
4.
Korupsi nepotistik adalah korupsi yang
terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan pada jabatan public
tertentu maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.
5.
Korupsi otogenik adalah korupsi yang
terjadi ketika seorang individu pejabat mendapat keuntungan karena memiliki
pengetahuan sebagai orang dalam (insider’s
information) tentang sebagai kebijakan publik yang semestanya dia
rahasiakan.
6.
Korupsi supportif adalah perlindungan
atau penguatan korupsi yang terjadi melalui intrik kekuasan dan bahkan
kekerasan.
B.
Faktor
Penyebab Korupsi
Korupsi dalam entitas pemimpin tentu
bukanlah realitas yang muncul begitu saja. Secara garis besar, money politics di
kalangan pejabat tidak lepas dari beberapa penyebab mendasar yang menjadi akar
dan latar belakang kerjadianya. Adapun penyebab-panyebab tersebut antara lain:
a. Lemahnya
Kondosi Tingkat Kesejahteraan
Perilaku
politik akan dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan. Karena itu dalam dunia
politik, selain ingin berjuang dengan kepentingat rakyat, juga memiliki
keinginan memperkaya keadaan ekonominya.
b. Tradisi
Penghormatan Berlebihan Pada Jabatan dan Kekayaan
Dalam konteks hubungan
dengan penguasa, kondisi masyarakat yang demikian, cenderung akan melakukan
sikap akomodatif dan penghormatan berlebihan. Dalam kedekatan inilah, sirkulasi
money politics akan muncul dengan mudahnya tatkala permainan kepentingan telah
dimulai.
c.
Budaya Feodal
Kekuatan
kharisma secara tidak langsung talah menciptakan ruang feodalistik, di mana
pejabat memiliki otoritas superior di hadapan para pengikutnya. Sehingga dalam
interaksinya, meniscayakan adanya budaya ta’zim penghormatan kepada atasanya,
bentuk ta’zim juga dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian kepada atasanya.
Pemberian inilah yang dalam konteks tertentu memerankan fungsinya sebagai money politics.
d. Lemahnya
Pengelolaan Manageman
Sudah bukan rahasia
lagi jika seperti instansi daerah lemah dalam strategi dan manegeman
pengelolaanya. Faktor-faktor yang melatarbelakangi problem ini di antaranya
adalah system administrasi yang tidak jelas dan ketidakdisiplinan atau cara
pengelolanya tidak teratur.
e. Konflik
Perebutan Legimitasi Kultural
Dalam
konteks pejabat daerah misalnya, masing-masing pihak akan melakukan perbaikan
material bangunan maupun fasilitas kantor untuk menunjukkan bahwa gedung mereka
memiliki kualitas yang lebih di
bandingkan gedung lain.Adanya kebutuhan akan biaya konflik inilah,
masing-masing pejabat akan mencari lahan rizqi sebanyak mungkin.Hingga kemudian
wilayah politik praktis menjadi salah satu pilihan yang dilirik pejabat. Di
sinilah keberadan money politics dalam beragam bentuknya cukup membantu serta
memiliki peran penting dalam melanggengkan konflik pejabat.
C.
Peran
Ulama Dalam Menanggulangi Korupsi
Pembuatan
peraturan perundangan dalam kerangka penguatan pemberantasan korupsi juga membutuhkan
ulama. Ulama memiliki peran strategis dalam mendidik masyarakat dan menanamkan
sikap kejujuran anti korupsi. Untuk memperkuat penerapan efek jera telah
beberapa kali muncul sebagai ide, tetapi pemberatan hukuman untuk koruptor
belum direalisasi.
.
Misalnya berkembang gagasan agar jenazah koruptor tidak dishalati. Secara
progresif ide ini dimaksudkan
untuk memberi pemberatan secara spiritual sekaligus secara sosial. Tetapi bagai
mana seterusnya Ceramah, Khutbah, dan Pengajian.
Materi
dakwah tentang perang melawan korupsi juga sudah banyak di sampaikan oleh para
ulama. Memang ikhtiar preventiflah yang secara optimal bila dilakukan lewat
peran ulama. Pendidikan karakter yang sekarang di kampanyekan kita tentu tidak
lepas dari peran warsatul anbiya’ atau para pewaris nabi, itu secara langsung
atau tidak langsung di dalamnya terangkum nilai-nilai kebajikan. Penguatan dan
sisi membangun akhlak sosial itulah yang mesti di tekankan dalam
pengajaran-pengajaran sosial agama terutama yang terkait dengan karekter anti
korupsi.
D.
Pemimpin
Yang Efektif
Kepemimpinan
efektif adalah kepemimpinan yang sang pemimpin menerjemahkan fungsinya dengan
perilaku. Efektifitasnya bukan karena
seruan yang membuat telinga tuli, atau teriakan yang memekakan dan menggema di
mana-mana, tetapi terletek pada perilaku yang memperkaya pembicaraan,
menerjemahkan tugas kepemimpinan dalam
suasana penuh kehati-hatian dan ketenangan.
Dari
pembahasan tersebut dapat kita rumuskan bahwa kepemmimpinan efektif adalah
bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan tetapi merupakan interaksi aktif
yang efektif. Dalam kepemimpinan seorang pemimpin harus mempunyai sifat-sifat.
Muncul teori baru mengenai kepemimpinan yang menjelaskan kepemimpinan itu
sendiridalam kumpulan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin yang
berpengaruh, tanpa memperhatikan kondisi. Apabila kita ingin memilih seorang
pemimpin , maka kita harus mencari orang-orang yang memiliki sifat-sifat ini.
Penelitian-penelitian
terbaru menunjukkan kepercayaan mayoritas institusi di Barat dan di Timur
terhadap hal ini ada aktifitas mereka untuk memilih pemimpin-pemimpin serta
mangembangkannya sesuai dengan teori ini.
Maschane
dalam bukunya Behaviour Organizational
yang terbit pada tahun 1998 meringkas ada tujuh sifat-sifat kepemimpinan.
1. Motivasi
adalah keinginandalam diri yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk
menggunakan kekuatanya dalam menggerakan seseorang mencapai tujuan-tujuan
mereka dengan menggunakan hubungan-hubungan sosial dan kemanusian.
3. Kredibilitas
: Jujur, teladan, serta kesesuaian antara perkataan dan tindakan, sehingga
melahirkan kepercayaan para pengikut.
4. Percaya
diri : Keyakinan memimpin akan keahlian
dan potensinya dalam meraih tujuan dan bertindak dengan cara yang membuat para
pengikut percaya terhadap kemampuanya.
5. Intelegensi
: Kecerdasan di atas rata-rata manusia biasa dalam menangani tumpukan informasi
dan menganalisanya agar sampai kepada solusi-solusi pengganti dan memanfaatkan
kesempatan yang tidak tampak
6. Menguasai
permasalahan: Pemimpin harus menguasai permasalahan yang dikendalikannya,
termasuk juga kondisi dan lingkungan tempat ia bekerja, sehingga ia sampai ke
derajat pemahaman karakteristik keputusan-keputusan yang sesuai dan mengambil
atau menolak usulan-usulan yang di ajukan.
7. Pengawasan
diri: Pemimpein yang efektif memiliki control diri yang memungkinkanya untuk
merasakan setiap perubahan yang ada di sekitarnya walaupun sangat kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar