A.
Sejarah
Kelahiran dan Perkembangannya
Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal
dengan K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada hari senin
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18
November 1912. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan untuk
bergerak dalam bidang sosial, pendidikan dan dakwah islamiyah. Muhammadiyah di
dalam perjuangannya menyebarkan missi dakwahnya yang pada waktu itu masih
banyak mengerjakan bid’ah, khurafat, dan lain sebagainya yang akhirnya membawa
kesesatan pada ummat manusia. Muhammadiyah berusaha untuk mengikis
ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran islam.[1]
KH. Ahmad Dahlan adalah seorang pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta
sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada
waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang
bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajakmereka kembali kepada
ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu
beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya di tengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang. Mula-mula ajaran Muhammadiyah ditolak, namun
berkat ketekunandan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan
teman dekatnya. Sehingga dalam waktu singkat, ajakannya dapat tersebar cepat
sampai keluar Kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau
Jawa.
Untuk mengorganisir
kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini
Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air. Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya
kepada kaum adam, K.H Ahmad Dahlan juga memberi pelajaran kepada kaum Hawa dalam
forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari
pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk
anak-anak yang telah dewasa.
K.H. Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga
tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat
tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim
yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu
sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di
kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi
Muktamar 5 tahunan Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yangbesar di
Indonesia. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan
yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran
Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan
adaptasi.
- Visi dan Missi Muhammadiyah
Visi Muhammadiyah adalah:
Tertatanya manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja
Majelis menuju gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern,
dan otoritatif sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas
Persyarikatan dan amal usaha. Sementara itu
Misi Muhammadiyah yaitu:
a.
Tertatanya
manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju
gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif
sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal
usaha. Sementara itu misi Muhammadiyah yaitu:
b.
Mewujudkan
landasan kerja Majelis yang mampu memberikan ruang gerak yang dinamis dan
berwawasan ke depan
c.
Revitalisasi
peran dan fungsi seluruh sumber daya majelis
d.
Mendorong
lahirnya ulama tarjih yang terorganisasi dalam sebuah institusi yang lebih
memadai
e.
Membangun
model jaringan kemitraan yang mendukung terwujudnya gerakan tarjih dan tajdid
yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif
f.
Menyelenggarakan
kajian terhadap norma-norma Islam guna mendapatkan kemurniannya, dan menemukan
substansinya agar didapatkan pemahaman baru sesuai dengan dinamika perkembangan
zaman
g. Menggali dan mengembangkan nilai-nilai Islam, serta menyebarluaskannya
melalui berbagai sarana publika[2]
- Pandangan Keagamaan Muhammadiyah
a.
Muhammadiyah
dalam melakukan kiprahnya di berbagai bidang kehidupan untuk kemajuan umat,
bangsa, dan dunia kemanusiaan dilandasi oleh keyakinan dan pemahaman keagamaan
bahwa Islam sebagai ajaran yang membawa misi kebenaran Ilahiah harus
didakwahkan sehingga menjadi rahmatan lil-alamin di muka bumi ini.
Islam sebagai Wahyu Allah
yang dibawa para Rasul hingga Rasul akhir zaman Muhammad Saw., adalah ajaran
yang mengandung hidayah, penyerahan diri, rahmat, kemaslahatan, keselamatan,
dan kebahagiaan hidup umat manusia di dunia dan akhirat. Keyakinan dan paham
Islam yang fundamental itu diaktualisasikan oleh Muhammadiyah dalam bentuk
gerakan Islam yang menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk kemaslahatan hidup
seluruh umat manusia.
b.
Misi da‘wah Muhammadiyah yang mendasar itu merupakan perwujudan
dari semangat awal Persyarikatan ini sejak didirikannya yang dijiwai oleh pesan
Allah dalam Al-Quran Surat Ali-Imran 104 sebagaimana sudah disebutkan di atas.
Kewajiban dan panggilan da‘wah yang luhur itu menjadi komitmen utama
Muhammadiyah sebagai ikhtiar untuk menjadi kekuatan Khaira Ummah sekaligus
dalam membangun masyarakat Islam yang ideal seperti itu sebagaimana pesan Allah
dalam Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 110
" kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik."
Dengan merujuk pada Firman
Allah dalam Al-Quran Surat Ali Imran 104 dan 110, Muhammadiyah menyebarluaskan
ajaran Islam yang komprehensif dan multiaspek itu melalui da‘wah untuk mengajak
pada
kebaikan (Islam), al-amr bi al-ma‟ruf wa al-nahy „an al-munkar (mengajak kepada yang ma‘ruf dan mencegah dari yang munkar), sehingga umat manusia memperoleh keberuntungan lahir dan batin dalam kehidupan ini. Da‘wah yang demikian mengandung makna bahwa Islam sebagai ajaran selalu bersifat tranformasional; yakni dakwah yang membawa perubahan yang bersifat kemajuan, kebaikan, kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai keutamaan lainnya untuk kemaslahatan serta keselamatan hidup umat manusia tanpa membeda-bedakan ras, suku, golongan, agama, dan lain-lain.
kebaikan (Islam), al-amr bi al-ma‟ruf wa al-nahy „an al-munkar (mengajak kepada yang ma‘ruf dan mencegah dari yang munkar), sehingga umat manusia memperoleh keberuntungan lahir dan batin dalam kehidupan ini. Da‘wah yang demikian mengandung makna bahwa Islam sebagai ajaran selalu bersifat tranformasional; yakni dakwah yang membawa perubahan yang bersifat kemajuan, kebaikan, kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai keutamaan lainnya untuk kemaslahatan serta keselamatan hidup umat manusia tanpa membeda-bedakan ras, suku, golongan, agama, dan lain-lain.
c.
K.H. Ahmad
Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dikenal sebagai pelopor gerakan tajdid
(pembaruan). Tajdid yang dilakukan pendiri Muhammadiyah itu bersifat pemurnian
(purifikasi) dan perubahan ke arah kemajuan (dinamisasi), yang semuanya
berpijak pada pemahaman tentang Islam yang kokoh dan luas. Dengan pandangan
Islam yang demikian Kyai Dahlan tidak hanya berhasil melakukan pembinaan yang
kokoh dalam akidah, ibadah, dan akhlak kaum muslimin, tetapi sekaligus
melakukan pembaruan dalam amaliah mu‘amalat dunyawiyah sehingga Islam menjadi
agama yang menyebarkan kemajuan. Semangat tajdid Muhammadiyah tersebut didorong
antara lain oleh Sabda Nabi Muhammad s.a.w., yang artinya: ”Sesungguhnya
Allah mengutus kepada umat manusia pada setiap kurun seratus tahun orang yang
memperbarui ajaran agamanya” (Hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi
Hurairah). Karena itu, melalui Muhammadiyah telah diletakkan suatu
pandangan keagamaan yang tetap kokoh dalam bangunan keimanan yang berlandaskan
pada Al-Quran dan As-Sunnah sekaligus mengemban tajdid yang mampu membebaskan
manusia dari keterbelakangan menuju kehidupan yang berkemajuan dan berkeadaban.
d.
Dalam
pandangan Muhammadiyah, bahwa masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang
menjadi tujuan gerakan merupakan wujud aktualisasi ajaran Islam dalam struktur
kehidupan bersama manusia yang memiliki corak masyarakat yang berkemajuan baik
dalam wujud nilai sosial-budaya, sosial,
dan lingkungan fisik yang dibangunnya. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang
memiliki keseimbangan antara kehidupan lahiriah dan batiniah, rasionalitas dan
spiritualitas, aqidah dan muamalat, individual dan sosial, duniawi dan ukhrawi,
sekaligus menampilkan corak masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai keadilan,
kejujuran, kesejahteraan, kerjasama, kerjakeras, kedisiplinan, dan keunggulan
dalam segala lapangan kehidupan.
Dalam menghadapi dinamika
kehidupan, masyarakat Islam semacam itu selalu bersedia bekerjasama dan
berlomba-lomba dalam serba kebaikan di tengah persaingan pasarbebas di segala
lapangan kehidupan dalam semangat berjuang menghadapi tantangan (al-jihad li
al-muwajjahat) lebih dari sekadar berjuang melawan musuh (al-jihad li
al-mu‟aradhah). Masyarakat Islam yang dicita-citakan Muhammadiyah memiliki
kesamaan karakter dengan masyarakat madani, yaitu masyarakat kewargaan (civil-society)
yang memiliki keyakinan yang dijiwai nilai-nilai Ilahiah, demokratis,
berkeadilan, otonom, berkemajuan, dan berakhlak-mulia (al-akhlaq alkarimah).
Masyarakat Islam yang semacam itu berperan sebagai syuhada ala al-nas di
tengah berbagai pergumulan hidup masyarakat dunia. Karena itu, masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya yang bercorak madaniyah tersebut senantiasa
menjadi masyarakat yang serba unggul atau utama (khaira ummah) dibandingkan
dengan masyarakat lainnya.
Keunggulan kualitas tersebut
ditunjukkan oleh kemampuan penguasaan atas nilai-nilai dasar dan kemajuan dalam
kebudayaan dan peradaban umat manusia, yaitu nilai-nilai ruhani
(spiritualitas), nilainilai pengetahuan (ilmu pengetahuan dan teknologi),
nilai-nilai materi (ekonomi), nilai-nilai kekuasaan (politik), nilai-nilai
keindahan (kesenian), nilai-nilai normatif berperilaku (hukum), dan nilai-nilai
kemasyarakatan (budaya) yang lebih berkualitas. Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya bahkan senantiasa memiliki kepedulian tinggi terhadap
kelangsungan ekologis (lingkungan hidup) dan kualitas martabat hidup manusia
baik laki-laki maupun perempuan dalam relasi-relasi yang menjunjungtinggi
kemaslahatan, keadilan, dan serba kebajikan hidup. Masyarakat Islam yang
demikian juga senantiasa menjauhkan diri dari perilaku yang membawa pada
kerusakan (fasad fi al-ardh), kedhaliman, dan hal-hal lain yang
bersifat menghancurkan kehidupan.[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar