A.
Tokoh dalam aliran Aliran Al Asy’ariyah
Aliran ini berasal dari nama tokohnya
Ibnu Al Hasan Ali bin Ismail Al Asy’ari, dilahirkan di kota Basrah (260-324 H).
Pada waktu kecil, al asy’ari berguru pada seorang tokoh Mu’tazilah Abu Ali Al
Jubbai untuk mempelajari dan memahami ajaran-ajaran Mu’tazilah. Aliran itu
dianutnya sampai ia berusia 40 tahun dan sedikit dari hidupnya untuk mengarang
buku-buku faham Mu’tazilah.[1]
Menurut suatu riwayat, ketika ia mencapai
usia 40 tahun, ia mengasingkan diri dari orang banyak di rumahnya selam 15
hari, dan kemudian ia pergi ke masjid besar Basrah untuk menyatakan di depan
orang banyak, bahwa ia mula-mula memeluk paham aliran Mu’tazilah. Namun
sebelumnya ia telah banyak mengadakan perdebatan-perdebatan dengan Al-Jubbai,
tentang dasar-dasar paham aliran Mu’tazilah dan sering berakhir dengan
terlihatnya kelemahan paham Mu’tazilah. Yang kemudian Al Asy’ari meninggalkan
aliran Mu’tazilah, selain karena tidak puas terhadap konsepsi aliran tersebut,
juga karena ia melihat ada perpecahan di kalangan kaum muslimin yang bisa
melemahkan mereka, kalau tidak segera diakhiri. [2]
1. Pokok Pikiran
Al
Asy’ari adalah orang yang pernah menganut faham Mu’tazilah, ia tidak dapat
menjauhkan diri dari pemakaian akal fikiran. Ia menentang keras kepada mereka
yang mengatakan bahwa pemakaian akal fikiran dalam soal agama yang sebelumnya
tidak pernah disinggung oleh Rasul itu merupakan suatu kesalahan. Sebagian
besar setiap pemikirannya bercirikan pengambilan jalan tengah antara
pendapat-pendapat yang berlawanan pada masa itu, anatara lain :
a.
Kekuasaan tuhan dan perbuatan manusia
b.
Sifat
c.
Dosa besar
d.
Melihat tuhan secara langsung[3]
2.
Tokoh dalam aliran Al Asy’ariyah
a.
Al Baqillani
b.
Al Juwaini
c.
Abu Hamid Muhammad bin Ahmad Al Ghazali [4]
B. Aliran Al Maturidiyah
Pendirinya Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad, kelahiran Maturid kota kecil di daerah samarkand (daerah uzbekistan
sovyet sekarang) yang meninggal tahun 333 H. Pada masa itu, tempat ia dibesarkan
menjadi arena perdebatan antara aliran fiqh Hanafiyah dan Syafiah juga arena
perdebatan antara para fuqaha. Dan juga ahli hadits di satu pihak dengan aliran
Mu’tazilah di pihak lain dalam masalah ilmu kalam. Ia mencari ilmu pada pertiga
terakhir dari abad ketiga Hijrah, dimana aliran Mu’tazilah sudah mulai
mengalami kemundurannya. Dalam bidang fiqh, al-Maturidi mengikuti mazhab
Hanafi, dan ia sendiri banyak mendalami soal-soal Theology Islam dan menyebelah
kepada aliran Fuqaha dan Muhadisin, seperti yang diperbuat oleh al-Asy’ari
juga, meskipun dalam pendapat-pendapatnya tidak terikat dengan aliran tersebut.
Meskipun metode yang dipakai oleh al-Maturidi berbeda dengan al-Asy’ari, namun
hasil pemikirannya banyak yang sama. Perbedaannya ialah kalau al-Asy’ari
menghadapi negeri kelahiran aliran Mu’tazilah yaitu Basrah dan Irak pada
umumnya, maka al-Maturidi menghadapi aliran Mu’tazilah negerinya, yaitu
Samarkand dan Iran pada umumnya. [5]
1.
`Pokok Pikiran
Dalam
bidang fiqh Al Maturidi mengikuti madzhab Hanafi, ia juga mendalami Ilmu kalam
dan berpihak kepada aliran Muhaditsin dan Fuqaha sebagai yang dilakukan oleh Al
Asy’ari, meskipun pendapat-pendapatnya tidak terikat dengan aliran-aliran tersebut,
dan antara Al Maturidi dan Al Asy’ari pemikirannya banyak yang sama dan
mempunyai tujuan yang sama, ialah membendung dan melawan aliran Mu’tazilah.
Perbedaannya, Aliran Asy’ariyah menghadapi negeri kelahiran Mu’tazilah yaitu
Basrah dan Irak, sedangkan faham Maturidiyah menghadapi aliran Mu’tazilah di
daerah Samarkand dan Iran. Salah satu buku Al Maturidi yang terkenal ialah “Al
Fiqhul Akbar” yang berisi perbandingan fikiran Abu Hanifah dan fikiran Al
Maturidi.
2.
Tokoh dalam aliran Al Maturidiyah
a.
Syech M. Abduh
b.
Abu Zahroh
C. Aliran Salaf
Pada abad keempat hijrah muncul
pengikut-pengikut Imam Ahmad bin Hambal yang menghidupkan dan mempertahankan
pendirian ulama salaf. Karena pendapat ulama salaf yang menjadi motif
berdirinya aliran “salaf”, mereka menentang secara mental dan fisik terhadap Al
Asy’ariyah. Timbullah kekuatan baru pada abad ketujuh Hijrah yaitu dengan
munculnya Ibnu Taimiyah yang memperkaya permasalahan yang dibicarakan, yang
diambil dari keadaan masanya. Nama lengkapnya Taqiyuddin Ahmad bin Abdil Halim
bin Taimiyah, lahir di Harram (irak) tahun 661 H, yang terkenal dengan
filosof-filosof pada masa sebelum islam.
1.
Pokok Pikiran
Aliran
Salaf telah membicarakan berbagai persoalan Theology Islam, seperti sifat-sifat
Tuhan, perbuatan manusia, kemakhlukan Qur’an atau bukan, sifat-sifat/ayat-ayat
yang mengesankan penyerupaan (tasybih) Tuhan dengan manusia.[6]
Karangan-karangannya mencapai 300 buah dan sebagian besar mengenai Tafsir,
Fiqh, Jadal, Fatwa-fatwa dan Serangan-serangan terhadap aliran Tasawuf,
Filsafat dan sebagainya. Aqidah kaum salaf sebagai berikut :
a.
Keesaan zat dan sifat
b.
Keesaan penciptaan
c.
Keesaan ibadah
2.
Tokoh dalam aliran Salaf adalah Ibnu
taimiyah
D. Aliran Wahabiyah
Pada abad kedua belas hijriyah, aliran
salaf dihidupkan kembali dengan munculnya Syekh Muhammad bin Abdil Wahab di
Saudi Arabia, yang kemudian dikenal aliran “Wahabiyah” dan pengaruhnya sampai
negara India,Indonesia, Al Jazair, Mesir dan Sudan. Muhammad bin Abdil Wahab
(1115-1201 H), dilahirkan diUyainah di dusun Nejed (Saudi Arabia sebelah
timur). Ia mengadakan banyak perlawatan dari suatu negeri ke negeri lainnya,
empat tahun di Basrah, lima tahun di Bagdad, satu tahun di Kurdestan, dua tahun
di Hamazan kemudian ke Isfahan, selanjutnya ke Qurun dan Kairo sebagai
penganjur madzhab Ahmad Ibnu Hambal.
1.
Pokok Pikiran
Akidah-akidahnya
dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang “Tauhid” (pengesaan) dan
bidang “bid’ah”.
Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian
sebagai beikut:
a. Penyembahan
kepada selain Allah Swt. adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian dia
dibunuh.
b. Orang yang
mencari ampunan Allah Swt. dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh (wali),
termasuk golongan musyrikin.
c. Termasuk
dalam perbuatan musyrik memberikan pengantar kata dalam shalat terhadap nama
Nabi-Nabi atau wali atau malaikat (seperti Sayidina Muhamad).
d. Termasuk
kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunnah, atau
ilmu yang besumbe pada akal-pikiran semata-mata.
e. Termasuk
kufur dan ilhad juga mengingkari “qadar” dalam semua perbuatan dan penafsiran
Al Quran dengan jadwal ta’wil.
f. Dilarang
memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Allah Swt. dan doa-doa (wirid)
cukup dengan menghitung ke rata jari.
g. Sumber
syari’at Islam dalam soal halal dan haram, hanyalah AL-Quran semata dan sumber
lain yang sesudahnya ialah Sunnah Rasul. Pendapat ulama mutakalimin dan fuqaha’
tentang halal dan haram tidak menjadi pegangan , selamatidak didasarkan atas
kedua sumber tesebut.
h. Pintu
Ijtihad tetap terbuka dan siapa pun boleh melakukan ijtihad, asal sudah
memenuhi syaratnya.
Hal-hal yang
dipandang bid’ah oleh mereka dan harus diberantas antara lain berkumpul
bersama-sama dalam peringatan mauludan, orang wanita yang mengiringi jenazah,
mengadakan khalaqah (petemuan) zikir,
bahkan mereka telah merampas kitab-kitab yang berisi tawasulat, seperti Dalailul
Khairat dan sebagainya. Mereka tidak cukup sampai disitu, bahkan kebiasaan
sehari-hari juga dikategorikan dalam bid’ah seperti rokok, minum kopi, memekai
pakaian sutera bagi orang laki-laki; bergambar (foto); mencelup (memacari)
jempol; memekai cincin dan lainya yang termasuk dalam soal-soal yang tidak
mendatangkan paham keberhalaan.[7]
2. Tokoh dalam aliran Wahabiyah adalah Muhammad bin Abdul Wahab
[1] DRS. A. Ghofir Romas. Ilmu
Tauhid. Semarang : Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN walisongo SEMARANG.
1997. Hlm. 100.
[3] DRS. A. Ghofir Romas. Ilmu
Tauhid. Semarang : Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN walisongo SEMARANG.
1997, hlm. 101-103.
[4] Ibid, hlm. 104-106.
[7]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam
(teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar